KETIKA GURU BERPIKIR POSITIF

Abdul Halim Fathani

SIAPAPUN orangnya, apapun profesinya, kapanpun dan dimanapun, selalu untuk dianjurkan berpikir positif (berprasangka baik/husnudhan). Tak terkecuali, para guru. Salah satu hal yang harus dibiasakan guru adalah memiliki cara pandang positif terhadap (kemampuan) para siswa.

Diakui atau tidak, lembaga pendidikan (baca: sekolah) di Indonesia memiliki variasi yang sangat kompleks. Ada sekolah yang didominasi siswa yang memiliki kategori kemampuan baik, ada sekolah yang memiliki dominasi siswa dengan kategori kemampuan sedang. Nah, yang ketiga ini, sekolah yang kebanyakan siswanya berkategori kemampuan jelek. Bahkan beberapa siswa tidak niat, tidak punya gairah untuk belajar.

Sementara, seorang guru, harus siap mengajar sekaligus mendidik kepada siapapun siswanya dan apapun kondisinya. Guru tidak boleh memilih siswa yang akan diajar. Tetapi, justeru siswa yang semestinya diperbolehkan untuk memilih “siapa” gurunya.

“Biasanya” ketika menghadapi siswa yang berkemampuan rendah, lalu guru muncul pikiran-pikiran negatifnya. Seperti: “Soal begini saja kok tidak bisa”; “tulisanmu kok seperti cakar ayam begini, apa tidak bisa menulis yang lebih baik lagi”, dan pikiran-pikiran negatif sejenisnya.

Hemat saya, seyogianya terhadap siswa yang lemah, guru tidak memperlakukan seperti itu. Sudah semestinya, guru harus selalu mengembangkan pikiran-pikiran positif. Dengan pikiran positif yang muncul dari guru, maka hal ini akan bisa berdampak pada kekuatan atau energi siswa dalam belajar. [ahf]