MEMBUMIKAN MATEMATIKA

ABDUL HALIM FATHANI

“Membosankan, menakutkan, membingungkan, menyebalkan”. Itulah deretan kata-kata yang sering kita dengar dari keluhan siswa-siswa SD, SMP, SMA, bahkan mahasiswa perguruan tinggi ketika diminta pendapatnya tentang pengalamannya selama belajar matematika. Tidak banyak dari mereka yang berpendapat bahwa belajar matematika sungguh sangat mengasyikkan dan menantang.

Mengapa begitu banyak siswa yang alergi terhadap matematika? Padahal, matematika merupakan salah satu disipilin ilmu yang menjadi prasyarat demi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang perlu digarisbawahi adalah tentu tidak semua orang ingin menjadi matematikawan. Tetapi, agar orang dapat memahami sekaligus mengikuti perkembangan dunia yang semakin modern ini, adalah mutlak perlu sedikit-banyak mengetahui tentang matematika. Pengetahuan matematika ini akan membawa orang lebih berjaya baik di sekolah, di rumah maupun di mana saja bagi masa depannya.

Sejenak, kalau melihat proses pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah, kita patut ikut bersedih, sebab banyak siswa yang merasa jenuh akan pelajaran matematika, sama sekali tidak tertarik, malas belajar karena matematika dianggap ilmu yang kering, yang hanya merupakan kumpulan angka-angka dan rumus saja yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kehidupan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan memunculkan rasa benci terhadap matematika.

Banyak siswa berpandangan, belajar matematika di sekolah hanya sekedar diajari bagaimana agar dapat menyelesaikan soal-soal ujian dengan baik. Apalagi, menjelang ujian nasional, siswa terus-menerus di-drill soal-soal ujian nasional tahun sebelumnya, hingga hafal di luar kepala. Dari sinilah, kemudian siswa kehilangan makna yang sesungguhnya akan hakikat belajar matematika. Para siswa seolah-olah hanya menjadi seperti robot yang menuruti segala apa yang ditugas-perintahkan oleh sang guru.

Sebagaimana yang diuraikan Budi Manfaat (2010:59), dalam bukunya “Matematika: Dari Kampus ke Kampung”, bahwa Matematika itu mempelajari yang muluk-muluk, membahas yang ruwet-ruwet, padahal tidak pernah digunakan dalam kehidupan di masyarakat. Dari sekian luas bidang kajian matematika, paling-paling hanya aritmatika (berhitung) saja yang akan digunakan. Untuk apa belajar aljabar abstrak, kalkulus, analisis pembuktian, dan sebagainya. Itu hanya ada di kampus, dan tidak pernah ada di kampung nyata”.

Benarkah demikian? Hakikatnya matematika bukan hanya sekadar aktivitas penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian saja. Dewasa ini, matematika senantiasa terus berkembang sesuai dengan kebutuhan hidup modern. Karena itu, materi matematika bukan lagi sekadar aritmetika tetapi beragam jenis topik dan persoalan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.

Pemikiran sempit selama ini, bahwa matematika hanya bidang ilmu yang selalu berhubungan dengan angka saja, membuat kepala menjadi pusing, harus dibuang jauh-jauh karena penalaran juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam menguasai matematika. Oleh karena itu, baik matematika terapan maupun matematikan murni, keduanya tumbuh terus setiap hari. Melalui eksperimen, imajinasi, dan penalaran, matematikawan menemukan fakta dan ide baru sehingga pemerintah, pengusaha, dan ilmuwan, dapat menggunakannya untuk memajukan peradaban manusia. Dengan kata lain, matematika dan sains juga telah mengubah gaya hidup manusia.

Bila kita betul-betul ingin meningkatkan kemampuan bangsa di bidang teknologi di masa depan, maka tidak boleh ada anak-anak muda yang buta matematika (mathematically illiterate). Memang, tidak semua siswa berminat menjadi ahli matematika, ahli sains, atau ahli teknologi. Tetapi suatu masyarakat hanya akan berhasil mengembangkan kemampuan teknologi cukup tinggi bila di masyarakat ada lapisan-lapisan penduduk dengan tingkat pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) yang beragam, dari kemampuan yang bersifat expertise, sampai yang bersifat apresiatif.

Sudah  semestinya, kita menelusuri “dunia matematika” sampai pada tujuan agar matematika benar-benar dapat “dimiliki” bukan hanya oleh kaum akademisi (baca: orang kampus) saja, tetapi juga dapat “dirasakan” oleh masyarakat secara umum dari pelbagai golongan (baca: orang kampung). Setiap orang –siapa pun- tentu dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari Matematika.

Oleh karenanya, menjadi penting untuk belajar matematika. Matematika yang seperti apa, yang perlu (penting) dipelajari? Tentu setiap individu, memiliki kebutuhan matematika yang belum tentu sama. Marilah belajar matematika, matematika yang sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing. (*)

* Penulis, Abdul Halim Fathani, Dosen Pendidikan Matematika, Universitas Islam Malang