Matematika dalam Tiga Dimensi

Oleh A Halim Fathani Yahya

Sampai hari ini, kiranya membincang matematika, terutama yang terkait dengan bagaimana sih sebenarnya sosok kepribadian dari matematika, masih merupakan hal yang menarik. Mengapa? Ada beberapa alasan menurut penulis yang menyebabkan pembahasan yang menyingkap apa sebenarnya matematika itu temasuk hal yang menarik, terutama bagi penulis sendiri. Pertama, tidak sedikit pihak (baca: masyarakat umum) yang salah dalam memandang matematika. Sebagian besar di antaranya adalah berpendapat bahwa matematika merupakan ilmu yang tugasnya hitung-menghitung; kedua, banyak dijumpai bahwa mahasiswa yang studi di jurusan matematika murni –termasuk penulis- mengalami kebingungan ketika lulus kuliah untuk mencari pekerjaan yang sesuai bidangnya. Dalam hal ini penulis menyebutnya dengan istilah “kaget sosial”. Ternyata, ilmu matematika yang dipelajari selama ini tidak banyak bermanfaat bagi pengembangan masyarakat. Oleh karenanya, tidak heran jika banyak lulusan matematika murni yang berbelok arah untuk bekerja di dunia pendidikan, menjadi guru.

Alasan selanjutnya, yang ketiga adalah masih banyaknya guru yang menyelenggarakan proses pembelajaran matematika dengan cara yang konvensional. Dengan kata lain, guru menyampaikan sekilas materi kemudian dilanjutkan dengan latihan beberapa soal pendalaman, begitu seterusnya. Sangat jarang guru mengaitkan langsung materi dengan kehidupan riil. Dan seterusnya-dan seterusnya, masih banyak alasan lainnya. Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba untuk mengungkap bagaimana sish sebenarnya sosok matematika itu? Sehingga diharapkan nantinya dapat berimplikasi positif terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran matematika.

Kepribadian Matematika
Cockcroft (1982, dalam Collins, 1988) sebagaimana yang dikutip Turmudi (2008,14) menjelaskan situasi dan profil matematika dengan menggunakan model tiga dimensi. Cockroft mengembangkan tiga isu utama, yaitu matematika sebagai bahan yang dipelajari, metode sebagai cara dan strategi penyampaian bahan matematika, dan siswa sebagai subjek yang mempelajari bahan matematika.

Lebih lanjut Cockroft meletakkan matematika dalam garis kontinum dari konkret di sisi kiri, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak di sisi lainnya.

Konkret Semikonkret Semiabstrak Abstrak
————————————————————————————————–

Dari garis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Secara umum siswa sekolah Dasar (SD) akan mempelajari matematika yang masih bersifat konkret. Artinya, materi yang dipelajari siswa SD masih memiliki kaitan erat dengan dunia kehidupan di sekelilingnya. Kemudian seiring dengan semakin bertambahnya umur yang juga otomatis menambah tingkat keintelektualan mereka, maka materi yang dipelajari akan terus bergerak ke kanan, menuju titik semikonkret, kemudian semiabstrak, yang kemudian semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka hal-hal yang dipelajari semakin abstrak.

Sedangkan mengenai metode pembelajaran, Cockcroft (1982, dalam Turmudi, 2008:14) juga menjelaskan dalam garis kontinum. Sejumlah metode Cockcroft menginventarisir sedemikian sehingga pada ujung kontinum kanan ia letakkan istilah “textbook-oriented” dan pada ujung kontinum kiri ia letakkan “inquiry, investigasi, dan eksplorasi”.

Inquiry Investigasi Eksplorasi textbook-oriented
————————————————————————————————–

Dalam hal ini, ketika penyelenggaraan proses pembelajaran matematika bagi usia anak SD, maka pembelajarannya harus dapat merangsang kreativitas anak didik, kemudian seiring dengan pertumbuhan pengetahuan, maka lama-kelamaan pembelajaran matematika sudah cukup menggunakan buku teks.

Selanjutnya, yang terkait dengan siswa, Cockcroft 1982, dalam Turmudi, 2008:14), melukiskan berbagai cara pandang terhadap siswa dalam garis kontinum. Sebuah pandangan bahwa siswa adalah suatu objek yang siap diisi, siap “dipaksakan” dengan drill untuk bersiap-siap berkompetisi, melanjutkan studi, atau memasuki dunia kerja. Pandangan ini ia letakkan pada garis kontinum di sisi atas. Sedangkan, ujung kontinum di bagian bawah ia letakkan suatu pandangan bahwa siswa adalah subjek, maksudnya anak yang memiliki kebutuhan, minat, dan memiliki perkembangan.

I ranking, urutan, dunia kerja
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I minat, perkembangan, kebutuhan

Dengan melihat model tiga dimensi yang dicetuskan oleh Cockcroft di atas, kiranya dapat memetakan bagaimana seharusnya pembelajaran matematika itu dilangsungkan, baik dari segi bahan yang dipelajari (matematika), cara mempelajari (metode), dan orang yang mempelajari (siswa). Walhasil, pembelajaran matematika dapat berlangsung secara humanis, karena pembelajaran pun di desain sesuai dengan kepribadian matematika itu sendiri.[ahf]