Oleh Abdul Halim Fathani
Fathani.com. – SALAH SATU berita di www.kemdikbud.go.id, yang tayang pada 4 September 2023, membuat saya dan bisa jadi para guru dan pembaca lainnya mendapatkan inspirasi. Berita itu berjudul “Safriani, Guru SD yang Bercita-cita menjadi Sosok yang Dirindukan Siswa”.
Dalam tulisan ini, saya bermaksud untuk menggarisbawahi dari berita yang menggambarkan sosok Safriani. Mulai dari perjalanan keinginannya menjadi guru hingga saat ini menjadi guru PNS. Ialah sosok “Guru Safriani”. Harapannya: kita dapat menjadikan inspirasi dan cermin untuk diri kita masing-masing.
Siapakah Guru Safriani?
Safriani, guru SD Negeri 7 Syamtalira Aron, tinggal di Aceh Utara.
Berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi kurang mampu, ia memiliki cita-cita luhur menjadi guru, yang terinspirasi dari kakak kandungnya yang telah lebih dulu menjadi guru sekolah dasar. Juga, terinspirasi dari guru SMA idolanya yang senantiasa mengamalkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan dekat dengan peserta didik.
Di tengah keterbatasan ekonomi, keluarganya sangat mendukung Safriani dalam menempuh pendidikan. Dirinya berhasil menamatkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Jurusan Tarbiyah (D2). Kemudian, melanjutkan S1 di Universitas Terbuka, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan lulus pada tahun 2018. Setelah lulus D2, Safriani langsung mengajar sebagai guru honorer dan tidak langsung melanjutkan S1 karena terkendala biaya. Setelah dinyatakan lulus CPNS barulah safriani memberanikan diri melanjutkan pendidikan ditambah banyaknya dorongan dari teman di sekolah.
Di balik keceriaannya saat bersama anak-anak didik di sekolah, Safriani memiliki kenangan mendalam tentang pembelajaran hidup yang menempa mentalnya sejak kecil.
Apa saja nilai-nilai kehidupan Safriani yang penting untuk kita jadikan cermin dalam kehidupan?
Mari kita simak pengalaman Guru Safriani yang penting kita ambil hikmah kehidupan.
Pertama: Berbagai kejadian pahit yang ia rasakan sejak kecil hingga dewasa, justru tidak membuatnya terpuruk dalam kesedihan. Melainkan menjadi kekuatan baginya untuk terus berjuang dan memberi warna bagi lingkungan sekitarnya.
Kedua: Suatu saat, Safriani kerap bertanya kepada sang ibu, ”Kapan nasib kita akan berubah, Bu?”. Lalu, ibunya menjawab, “Sabar Nak, sekarang belajarlah dengan baik suatu saat nanti kamu pasti bisa meraih apa yang kamu inginkan,” ujar sang ibu menyemangati.
Ketiga: “Bagi orang tua saya pendidikan sangatlah penting supaya kelak ilmu yang didapatkan bisa bermanfaat untuk mengubah hidup menjadi lebih baik,” tuturnya.
Keempat: “Ibu saya selalu berpesan bahwa hidup itu adalah perjuangan maka jadilah orang yang sabar, jujur, bertanggung jawab dan bermanfaat bagi orang lain. Syukurilah apa yang kamu dapatkan,” ujarnya sang ibu Safriani.
Kelima: Safriani menyadari, tugasnya sebagai guru dituntut untuk terus meningkatkan kompetensi. Berbagai pelatihan ia ikuti seperti pendidikan dan latihan peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, sekolah inklusi, pelatihan penguatan literasi di sekolah, hingga pengembangan diri.
Keenam: Setelah menjadi CPNS, Safriani dipercaya untuk mengikuti seleksi Guru Berprestasi namun sayangnya tidak lolos seleksi administrasi karena kendala belum memiliki sertifikat pendidik dan kepangkatan.
“Namun, saya tetap bersemangat melakukan aktivitas seperti biasanya dengan terus mengembangkan kompetensi diri. Tak lama kemudian, saya mendapat berita kelulusan seleksi akademik Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2020 dari Sistem Informasi Manajemen untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (SIMPKB) dan bisa mengikuti pelatihan PPG dalam jabatan pada tahun 2021,” jelasnya.
Ketujuh: Butuh perjuangan tersendiri selama mengikuti pelatihan di tengah kondisi Safriani yang mengandung anak ketiga di usia kandungan 7 bulan. Kondisi badan yang tidak fit ditambah tugas pelatihan, dan tanggung jawab mengurus rumah tangga, menjadi tantangan yang luar biasa bagi Safriani. Keterampilannya dalam mengelola waktu benar-benar terasah kala itu. PPG yang dilaksanakan secara daring menjadi keuntungan tersendiri sehingga dia masih bisa menjalankan berbagai tugas di tengah-tengah keluarga. Ia merasakan, keluarga dan rekan-rekan guru di sekolah merupakan pihak yang sangat membantunya sehingga dapat menyelesaikan PPG dengan tuntas.
Kedelapan: Sertifikat pendidik yang ia dapatkan selepas mengikuti PPG menjadi motivasi untuk terus meningkatkan kompetensi. “Sangat penting bagi seorang guru untuk meningkatkan kompetensinya karena kita hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kita dulu. Tugas seorang guru bukan saja mengajar anak tentang pengetahuan tetapi juga membentuk karakter sehingga mereka bisa menjadi anggota masyarakat yang baik sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara,” ucapnya.
Kesembilan: Kepala Sekolah SDN 7 Syamtalira Aron, Mahdi, mengaku bangga memiliki tenaga pendidik seperti Safriani di sekolahnya. “Bu Safriani adalah guru muda yang penuh semangat, bertanggung jawab, suka menolong sesama guru, dan dekat dengan anak-anak. Saya sangat mendukung peningkatan kompetensi guru dengan melakukan pelatihan dalam komunitas belajar di sekolah yang dilakukan setiap hari Sabtu setelah pulang sekolah selama dua jam,” tutur Mahdi.
Jiwa seorang Guru Penggerak rupanya sudah tercermin dari seorang Safriani. Di satu sisi sebagai guru ia senang jika dapat memberikan pembelajaran yang berkesan, nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik. Merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Safriani ketika melihat kesuksesan pada peserta didiknya.
Kesembilan “nilai” di atas merupakan sebagian nilai yang tergambar dalam sosok Guru Safriani, yang dikutip dari berita sosok Guru Safriani yang dipublikasikan di www.kemendikbud.com. Lebih lengkapnya, silakan dibaca di: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2023/09/safriani-guru-sd-yang-bercitacita-menjadi-sosok-yang-dirindukan-siswa
Man Jadda Wa Jadda. Pepatah Arab ini cocok untuk menggambarkan perjuangan Safriani menggapai cita-citanya.
Semoga kita bisa mengambil hikmah.
Terima kasih Guru Safriani. Sungguh menginspirasi. [ahf]