Abdul Halim Fathani
fathani.com – MENGAPA harus ada matematika? Mengapa kita harus belajar matematika? Untuk memperoleh jawaban yang memuaskan dari pertanyaan tersebut sebenarnya tidak sulit, namun juga tidak mudah untuk direalisasikan. Hal ini, disebabkan sampai sekarang image yang ada di “hati” masyarakat lebih-lebih masyarakat awam, matematika masih dipandang sebagai ilmu yang “negatif”. Dengan kata lain, banyak siswa yang mengikrarkan diri untuk berpisah dengan matematika, karena ia menganggap matematika adalah ilmu yang bikin stress, kepala pusing, tidak ada gunanya, dan sebagainya.
Tidak jarang di antara kita mempelajari suatu ilmu, dan ternyata kita tak mengetahui hakikatnya. Kita hanya menjadi seperti robot yang menuruti segala apa yang ditugaskan oleh guru kita. Biasanya pertanyaan ini dilontarkan oleh anak yang mulai memasuki kehidupan SMA yang penuh “gejolak”. Hal ini mungkin disebabkan karena seorang anak telah menemui titik jenuh belajar matematika, ditambah dengan mereka tidak paham dengan tujuan dalam mempelajari matematika. Untuk menepis persepsi negatif sebagaimana di atas, mungkin pada pembelajaran matematika, perlu ditekankan penanaman pemahaman tentang Apa itu matematika? Bagaimana mempelajari matematika, kemudian Apa manfaat mempelajari matematika?
Dewasa ini, matematika telah menjadi alat untuk penemuan prinsip sains baru; penciptaan komputer; pengarahan lalu lintas dan komunikasi; penggunaan energi atom; penemuan biji tambang baru; peramalan pertumbuhan penduduk; penemuan mesin baru; pengembangan strategi permainan; pembuatan vaksin dan obat baru; navigasi angkasa luar; peramalan cuaca, dan yang lainnya. Di sisi lain, yang lebih tidak membanggakan- tampaknya matematika lebih dikuasai oleh orang non-muslim dibanding umat Islam sendiri. Padahal (dulu) dunia Islam telah melahirkan berbagai tokoh yang tidak hanya menguasai bidang ilmu agama, tetapi juga piawai dalam bidang ilmu matematika. Misalnya Jabir bin Sinan al-Battani seorang ulama yang ahli trigonometri dan penemu hukum sinus dan cosinus, Omar Kayyam seorang cendekiawan muslim bidang astronomi, sastra dan matematika. Adapula seorang ilmuwan muslim kelahiran Kharizm, Iran, dikenal sebagai ahli di bidang astronomi, geografi dan matematika. Ia juga dikenal sebagai pencetus angka ‘0′ dan mengenalkan sistem notasi desimal serta tanda pengkalian dua sebagaimana dipakai sekarang.
Pemikiran sempit selama ini, bahwa matematika hanya bidang ilmu yang selalu berhubungan dengan angka saja, membuat kepala menjadi pusing, harus dibuang jauh-jauh karena penalaran juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam menguasai matematika. Oleh karena itu, baik matematika terapan maupun matematikan murni, keduanya tumbuh terus setiap hari. Melalui eksperimen, imajinasi, dan penalaran, matematikawan menemukan fakta dan ide baru sehingga pemerintah, pengusaha, dan ilmuwan, dapat menggunakannya untuk memajukan peradaban manusia.
Jika berpikir sejenak tentang perkembangan atau perubahan dunia dewasa ini, misalnya tentang satelit, kapal selam nuklir, mesin otomatis, antibiotika, telepon dan televisi digital, terlihat bagaimana matematika dan sains telah mengubah gaya hidup manusia. Sudah barang tentu tidak semua orang mampu menjadi matematikawan atau ilmuwan. Tetapi, agar orang dapat memahami dunia yang makin modern ini, adalah mutlak perlu sedikit-banyak mengetahui tentang matematika. Pengetahuan matematika ini akan membawa orang lebih berjaya baik di sekolah, di rumah maupun di masa depannya.
Matematika merupakan ‘alat’ bagi pembuat peta, arsitek, navigator angkasa luar, pembuat mesin, akuntan, dan lain-lain. Memang betul, akuntan yang bekerja dengan masalah keuangan, astronom yang mengukur jarak Bumi ke Mars, insinyur yang merancang jembatan, fisikawan yang membuat plastik baru, biasanya bukanlah matematikawan secara langsung. Mereka menggunakan ide matematis yang telah diketemukan matematikawan. Matematikawanlah yang berkewajiban menemukan matematika baru dan ide matematis baru.
Matematikawan menyenangi bergulat dengan ide. Ia bekerja, utamanya dengan pemikiran dan penalaran. Inilah suatu jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan sambil menunggu bus, mendaki gunung, atau bahkan mandi. Apakah pekerjaan itu dikerjakan di belakang meja atau di laboratorium, tetap saja sangat menarik dan penting untuk peradaban manusia.
Bila kita betul-betul ingin meningkatkan kemampuan bangsa di bidang teknologi di masa depan, maka tidak boleh ada anak-anak muda yang buta matematika (mathematically illiterate). Memang, tidak semua siswa berminat menjadi ahli matematika, ahli sains, atau ahli teknologi. Tetapi suatu masyarakat hanya akan berhasil mengembangkan kemampuan teknologi cukup tinggi bila di masyarakat ada lapisan-lapisan penduduk dengan tingkat pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) yang beragam, dari kemampuan yang bersifat expertise, sampai yang bersifat apresiatif. [ahf]