Oleh ABDUL HALIM FATHANI
MANUSIA dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling terkait, namun tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-harinya, sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna, manusia menciptakan kebudayaan dan melestarikannya secara turun menurun. Pendek kata, kebiasaan yang dilakoni manusia dalam kesehariannya, itulah kebudayaan.
Budaya merupakan salah satu kebiasaan cara hidup dalam suatu kelompok yang terus berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya yang ada pada saat ini terbentuk dari beberapa komponen yang berbeda pandangan ataupun kebiasaan termasuk dalam sistem agama, politik, bahasa, adat istiadat, pakaian, karya seni, dan bangunan.(https://www.gurupendidikan.co.id).
Ahmad Fuad Effendy (2016) dalam laman https://www.caknun.com, menjelaskan hubungan agama dan budaya, yang menyatakan bahwa agama itu bersumber dari Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia. Agama adalah “karya” Allah, sedangkan budaya adalah karya manusia. Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya dan budaya pun bukan bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduannya terpisah sama sekali, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain.
Dalam perspektif Sosiologi, manusia dengan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal. Artinya, walaupun keduanya berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan kebudayaan itu tercipta oleh manusia. Jadi, manusia dan budaya itu merupakan dua hal yang tidak mungkin dapat dipisahkan.
Kebiasaan kita yang dalam kehidupan sehari-hari secara rutin kita lakukan, akan membentuk budaya kita masing-masing. Bagaimana kita melakoni hidup pagi hari di rumah, bagaimana kebiasaan belajar anak kita, bagaimana kebiasaan kita dalam menerima tamu, bagaimana kebiasaan menghormati dan menghargai tetangga dan orang lain di sekeliling kita. Dan, termasuk kebiasaan-kebiasaan kita dalam keseharian.
Bisa jadi, kebiasaan kita sekarang ini, berbeda dengan kebiasaan zaman orang
tua kita dahulu. Kebiasaan saat ini, tentu akan berbeda dengan kebiasaan
generasi mendatang, seiring dengan perkembangan zaman teknologi. Generasi
sekarang, tentu harus belajar dari ‘budaya’ masa lalu. Sedangkan budaya masa
kini, harus menjadi pijakan generasi masa depan. Inilah pentingnya arti belajar
dari sejarah. Sebagaimana yang dipesankan The founding father NKRI, Dr.
Ir. Soekarno, mengingatkan bahwa “never leave history”, “jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah:, atau yang sering dikenal dengan singkatan
“Jas Merah”. Inilah yang saya sebut sebagai komitmen untuk merawat literasi
budaya.
Dalam laman Gerakan Literasi Nasional Kemdikbud (https://gln.kemdikbud.go.id), dijelaskan bahwa literasi budaya merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Literasi budaya (dan kewargaan) menjadi hal yang penting untuk dikuasai di abad ke-21. Indonesia memiliki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaaan, adat istiadat, kepercayaan, dan lapisan sosial. Sebagai bagian dari dunia, Indonesia pun turut terlibat dalam kancah perkembangan dan perubahan global. Oleh karena itu, kemampuan untuk menerima dan beradaptasi, serta bersikap secara bijaksana atas keberagaman ini menjadi sesuatu yang mutlak.
Ng. Tirto Adi, penulis buku ini mencoba merawat budaya melalui gerakan literasi. Tirto yang dikenal sebagai sosok pribadi yang telah malang melintang di dunia pendidikan ini sangat intens untuk menelorkan gagasan-gagasan kreatifnya tema kebudayaan dalam konteks yang lebih luas. Buku ini sesungguhnya hanyalah bagian kecil dari gagasan yang dikaryakan penulis. Yang jelas buku ini dapat menjadi pelecut bagi kita semua untuk sadar akan pentingnya memiliki perhatian lebih terhadap budaya-khazanah Indonesia.
Gagasan penulis yang dipublikasikan dalam buku ini, terbagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama diberi judul catatan inspiratif, yang memuat berbagai tulisan yang berhasil dimuat di berbagai media massa, yang bahasa pengantarnya menggunakan bahasa tulis populer. Sementara, bagian kedua, pemikiran analitik berupa artikel ilmiah yang pembahasannya relatif lebih mendalam disertai rujukan ilmiah.
Sebagai penutup, saya berkesimpulan, memang buku ini merupakan kumpulan gagasan penulis yang tersebar di berbagai media publikasi dan lintas tahun (1990 hingga 2019), namun secara subtansi pembahasan tetap relevan untuk dikaitkan dengan konteks zaman sekarang. Meski secara teks terjadi pada masa waktu yang relatif lama, namun pesan tulisan masih relevan dengan kondisi sekarang. Pendek kata, buku ini akan menginspirasi pembaca untuk dapat meruwat budaya, dengan tanpa meninggalkan jejak budaya silam. [ahf].
IDENTITAS BUKU:
Judul Buku : Sense of Culture (Spektrum Pemikiran dalam Pemajuan Kebudayaan)
Penulis : Ng. Tirto Adi MP
Penerbit : Nizamia Learning Center, Sidoarjo
Cetakan : Januari 2020
Tebal : xxiii+212 halaman
ISBN : 978-623-7588-60-3
Peresensi : Abdul Halim Fathani

Resensi ini telah dipublikasikan di: https://www.timesindonesia.co.id/read/news/262736/merawat-literasi-budaya