ABDUL HALIM FATHANI
Pemerhati Pendidikan dan Dosen Pendidikan Matematika
Universitas Islam Malang
DALAM majalah AULA, Majalah Nahdlatul Ulama, Edisi 10, Oktober 2019, tepatnya di rubric Aulasiana, halaman 47, ada bacaan yang menarik saya. Rubrik Aulasiana merupakan rubrik humor yang mengandung nilai edukatif. Salah satu humor yang menarik adalah humor yang berjudul “Habibie dan Santri Madura”.
Dalam bagian humor tersebut, ada bagian yang mengandung “unsur” matematis. Humor ini terjadi ketika Habibie sedang menjalankan amanat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek). Berikut saya sarikan di bawah ini:
Suatu ketika, Menristek Habibie berkunjung ke suatu pesantren. Tentu saja, sebagai ‘orang pusat’ ia menyempatkan meninjau lapangan upacara, untuk memantau langsung persiapan upacara hari besar Islam kesokan harinya.
Habibie meminta salah satu seorang pejabat Departemen Agama setempat untuk mengukur tinggi tiang bendera.
“Pak, itu coba diukur tinggi tiang itu berapa meter ya…!”
Tanpa pikir panjang, pejabat memerintahkan seorang santri untuk langsung memanjat tiang. Maklum, baru kali ini dia bertemu bahkan diperintah ‘Orang Pusat’. Sayang. Tiang itu terlalu kecil. Sehingga tak bisa dipanjat dan bengkok. Ia jatuh. “Brukkkk.”
Kata Habibie, “Jangan begitu. Diambil saja tiangnya, dirobohkan baru diukur.”
Santri tadi menolak. Wah, kalau begitu ‘kan kita mengukur panjangnya, Pak. Bukan tingginya,” katanya.
Habibie pun terdiam. Ia tak bicara..?
Hehehheehe. Ternyata Tinggi itu tidak sama dengan panjang. Panjang tidak sama dengan tinggi. Padahal hasil nilai dari pengukuran terhadap tiang bendera tersebut adalah SAMA. Seandainya, pada saat mengukur tiang dalam kondisi dirobohkan tersebut, ukuran panjangnya adalah 500 centimeter atau 5 meter, maka secara matematis, kita dapat menyimpulkan tinggi tiang tersebut adalah 500 centimeter atau 5 meter. Intinya? Ya, sama saja, hehe.
Apa hikmah dari humor matematis tersebut?
Dalam kasus ini, kita perlu tahu, bahwa dalam pengambilan keputusan, maka ada teks dan konteks. Secara teks, panjang dan tinggi, tentu tidak sama. Tetapi, dalam konteks –sebagaimana pada humor tersebut- antara panjang dan tinggi, ya sama saja. Karena, sesungguhnya yang sedang dicari nilai ukurannya adalah ukuran terhadap tiang bendera. Ketika dalam posisi berdiri maupun dirobohkan ya sama saja.
Dalam kehidupan, kita tidak bisa hanya melihat dari satu sisi: teks saja. Namun, sisi lain: konteks yang terjadi dalam kenyataan, perlu juga dijadikan pertimbangan sebagai variabel dalam pengambilan keputusan. Teks dan konteks harus berjalan beriringan.
Di akhir tulisan ini, penulis juga ingin menekankan bahwa terhadap segala sesuatu, kita tidak bisa hanya melihat produk akhirnya saja. Tetapi, aktivitas yang dilaksanakan selama proses juga harus dipeerhatikan. Proses dan Produk hasil akhir harus selaras.
Akhirnya, selamat mengukur tiang bendera. Tinggi atau Panjang?. Terserah Anda. Toh, sama saja, hehehe [ahf]