RASANYA BARU KEMARIN: MAN JADDA WA JADA

ABDUL HALIM FATHANI

Pemerhati Pendidikan dan Dosen Pendidikan Matematika

Universitas Islam Malang

PADA tanggal 22 Agustus 2019, tepatnya 09.17 WIB, ada pesan masuk ke whatsApp saya. Dari Kyai Masruri Abdul Muhit, salah satu teman di komunitas penulis ‘Sahabat Pena Kita. Singkatnya, pesan tersebut mengabarkan bahwa tulisan karya beliau tentang refleksi 25 tahun Pon Pes Darul Istiqomah sudah tuntas, dan minta bantuan untuk diurus proses penerbitannya, Karena akan dibagikan pada saat peringatan 25 tahun Pon Pes Daris, pada 15 September 2019.

Mendapati pesan tersebut, sesungguhnya saya gelisah. Karena, bulan Agustus-September, merupakan bulan-bulan padat untuk agenda kegiatan kemahasiswaan di kampus. Karena, sejak 2015, saya mendapatkan amanah sebagai Kepala Bagian Kemahasiswaan Universitas Islam Malang.

Di sisi lain, merespon pesan Kyai Masruri, sungguh saya senang sekaligus bersyukur. Karena, dengan begitu, maka saya bisa membangkitkan kembali energi dunia penulisan dan penerbitan saya. Sekaligus saya mendapatkan informasi lebih mendalam tentang seluk-beluk Pon Pes Darul Istiqomah Bondowoso secara ‘gratis’ tanpa harus ‘pergi’ ke Bondowoso. Meskipun begitu, saya tetap berkeinginan untuk ‘bersilaturrahim’ secara fisik ke ndalem Kyai Masruri.

Di tengah padatnya agenda kemahasiswaan di Universitas Islam Malang, di antaranya PIMNAS 2019 yang digelar di Bali, persiapan OSHIKA MABA, Halaqoh Diniyah, MASTER MABA, Seleksi Beasiswa Bidikmisi, Beasiswa Siswa Juara, Rumah Kreatif Mahasiswa, dan sejenisnya, saya berusaha tetap optimis untuk dapat menyelesaikan ‘tugas’ untuk menyunting naskah tulisan Kyai Masruri, hingga mengawal proses layout isi dan desain sampul, pengurusan ISBN, hingga pengawalan proses pencetakannya di tengah waktu yang ‘sempit’.

Dengan berbagai ikhtiar –sambil berdoa, Alhamdulillah proses itu semuanya berjalan dengan lancar. Meski proses ini saya lakukan di tengah-tengah padatnya aktivitas di kampus, tapi saya sungguh senang. Sungguh bahagia. Seakan-akan, ada tambahan energi baru dalam kehidupan saya.

Menarik saya sampaikan dalam kesempatan ini, muqoddimah yang ditulis Kyai Masruri dalam naskah bukunya. Buku yang ditulis Kyai tersebut berisi beberapa pengalaman yang dirasakan Kyai selama perjalanan mulai merintis pesantren sampai saat ini, selama kurang lebih 25 tahun atau seperempat abad.

“Pesantren kita berdiri pada tahun 1994, sebelum saya mendirikan pesantren ini saya berkeliling sowan kepada para kyai baik dari kalangan NU atau Muhammadiyah untuk meminta izin dan doa restu mendirikan pesantren ini, namun hampir semua menyarankan agar saya mengurungkan niat saya itu. Bukan karena mereka tidak senang atau tidak setuju, namun lebih karena mereka merasa kasihan kepada saya, pesimis pesantren yang ingin saya dirikan bisa berjalan dengan baik, mengingat sulitnya medan dakwah di Bondowoso. Ibarat bercocok tanam, Bondowoso ini termasuk lahan tandus yang sehebat dan sebaik apapun benih yang ditanam akan sulit hidup dan tumbuh apa lagi berkembang dengan baik. Bisa hidup saja sudah untung. Sebenarnya ada sih yang mendukung saya mendirikan pesantren kita ini, namun ada rasa pesimis dalam dukungan beliau.

Dukungan itu berbunyi “Di Bondowoso ini kalau mau menyalakan lampu ribuan watt tidak mungkin, sudahlah kita nyalakan saja lampu lima wattan, di sini lima watt, nanti di tempat antum lima watt, di mana-mana lima watt, lama-lama kan terang juga “. Mendukung tetapi ada rasa pesimis hanya lima watt.

Karena sejak awal saya sudah berazam untuk mendirikan pesantren ini dan karena banyak hal yang mengharuskan itu, maka meskipun keadaan seperti itu, tetap akan saya mulai mendirikannya. Kalau tidak saya mulai, siapa yang mau memulai? Toh, yang dinilai oleh Allah itu usaha dan mujahadah kita, bukan hasil. Masalah hasil itu bukan urusan kita tetapi urusan Allah. Selain itu, pesantren itu biasanya santrinya memang datang dari daerah jauh, bukan dari sekitar pondok.”

Apa hikmahnya yang dapat saya ambil dalam kehidupan? Pasti, kalau ikhtiar itu kita lakukan secara sungguh-sungguh, maka keberhasilan itu pasti akan terwujud. Man Jadda wa Jada. Dari naskah buku Kyai Masruri ini diberi judul “Rasanya Baru Kemarin: Refleksi Seperempat Abad Darul Istiqomah Bondowoso” sungguh membuat saya semakin yakin, bahwa kita harus selalu hidup dalam ke-optimisan. [ahf]

D-19 Ngijo, 17 September 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *