Oleh A Halim Fathani
Sebenarnya dalam melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan kerangka multiple intelligences tidaklah sesulit yang dibayangkan. Yang dibutuhkan hanyalah kreativitas dan kepekaan guru. Artinya, setiap guru harus bisa berpikir secara terbuka yaitu keluar dari paradigma pengajaran tradisional, mau menerima perubahan, dan harus memiliki kepekaan untuk melihat setiap hal yang bisa digunakan di lingkungan sekitar dalam menunjang proses pembelajaran.
Laboratorium hidup yang terbesar adalah dunia ini. Untuk mengembangkan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan multiple intelligences, sarana dan prasarana yang dibutuhkan sebenarnya telah tersedia di lingkungan sekitar. Artinya, bahwa pendidikan tidak harus diselenggarakan di dalam kelas dan tidak harus menggunakan peralatan yang canggih. Siswa bisa diajak keluar kelas untuk mengamati setiap fenomena yang terjadi dalam realitas kehidupan yang sebenarnya. Siswa tidak hanya dijejali oleh teori semata. Mereka dihadapkan dengan kenyataan bahwa teori yang mereka terima memang dapat ditemui di dalam kehidupan nyata dan dapat mereka alami sendiri sehingga mereka memiliki kesan yang mendalam.
Armstrong (2002:85) memberikan contoh penerapan pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences. Dalam bukunya, Amstrong menjelaskan bahwa banyak siswa yang merasa sulit untuk memahami konsep perkalian. Model pembelajaran untuk materi perkalian ini, kebanyakan guru menyuruh siswa untuk menghafal tabel perkalian yang sudah disiapkan dan melakukan tes berulang kali, sampai siswa benar-benar dapat menghafalkan tabel perkalian. Dengan pembelajaran model ini, maka bagi siswa yang memiliki kecerdasan linguistik tinggi biasanya dapat dengan mudah untuk menghafalnya, siswa yang kecerdasan logis-matematisnya tinggi akan mudah memahami konsep perkalian, namun sulit untuk mengingat fakta-fakta perkalian. Sedangkan, bagi siswa yang lemah di bidang kecerdasan linguistik dan logis-matematis, tetapi memiliki kecenderungan yang tinggi dalam kecerdasan yang lain, biasanya akan benar-benar hal ini menjadi masalah. Hal ini dapat dimaklumi, sebagian besar dalam faktanya pembelajaran di sekolah lebih banyak menghargai siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan linguistik dan logis-matematis.
Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika, khususnya perkalian, guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan multiple intelligences. Dengan menyelenggarakan pembelajaran berbasis multiple intelligences ini diharapkan setiap siswa akan merasa semangat dan terus termotivasi untuk belajar, sehingga suasana “hasu belajar” benar-benar tertanam dalam setiap individu siswa. Berikut merupakan contoh mengajar matematika (perkalian) kepada siswa dengan pendekatan multiple intelligences (Armstrong, 2000:86-89).
a) Perkalian secara linguistik
Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan linguistik adalah
dengan mengucapkan, mendengar, dan melihat kata-kata. Cara terbaik
memotivasi mereka di antaranya mengajak bicara, menyediakan bahan
bacaan, rekaman, dan menyediakan sarana untuk menulis. Dalam belajar
perkalian, siswa jenis ini dapat dimungkinkan untuk diberikan waktu yang
cukup dalam latihan menghafal tabel perkalian kemudian diucapkan secara
berulang atau guru menyediakan lembar isian yang memuat tabel perkalian
b) Perkalian secara logis-matematis
Dalam belajar perkalian, siswa yang memiliki kecerdasan logis-matematis
tinggi ini tidak terlalu sulit, karena materi yang dipelajari memiliki
karakteristik yang sama dengan kecerdasan yang dimiliki siswa. Kegiatan
yang diapat dilakukan , di antaranya menggunakan batu kerikil, korek
api, atau benda lain, kemudian siswa menyusunnya dalam kelompok dua-dua,
tiga-tiga, empat-empat, dan seterusnya. Guru membiarkan siswa agar
dapat menemukan prinsip perkalian melalui permainan tersebut. Sebagai
contoh, tiga tumpuk kerikil dengan empat kerikil dalam masing-masing
tumpukan sama dengan dua belas kerikil, atau 3 x 4 = 12. Siswa akan
dapat membuat daftar penemuan, sehingga akan menjadi sebuah tabel
perkalian. Selain itu, dengan cara ini siswa juga dapat memahami konsep
perkalian secara mudah.
c) Perkalian secara visual-spasial
Cara belajar bagi siswa visual-spasial ini biasanya melalui gambar,
metafora visual, dan warna. Dalam mempelajari perkalian, guru dapat
memberi siswa tabel “seratus”, selembar kertas yang tertulis angka 1
sampai 100 dalam sepuluh kolom secara horizontal atau vertikal. Kemudian
siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kedua. Cara ini akan mengajak
siswa untuk memahami kelipatan 2. Lalu guru memberi siswa tabel
“seratus” lagi dan siswa diminta untuk mewarnai setiap angka kelipatan 3
dan seterusnya. Setiap lembar akan memberikan gambaran grafis yang
berlainan dan berwarna-warni dari sebuah perkalian dan ini memudahkan
siswa untuk mengingat fakta-fakta dalam perkalian.
d) Perkalian secara kinestetik
Siswa-siswa yang kecenderungannya dalam jenis kecerdasan kinestetik ini
biasanya belajar dengan cara menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Cara
terbaik memotivasi mereka adalah melalui seni peran, gerakan kreatif,
dan semua jenis kegiatan yang melibatkan fisik. Ketika belajar
perkalian, siswa diminta untuk berjalan lurus sambil menghitung dengan
suara keras setiap melangkah, “1, 2, 3, 4, 5, 6.” Lalu katakan, “Baik,
sekarang kita akan menepuk tangan setiap angka kedua: 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9, 10….” Cara ini bisa diikuti dengan menepuk tangan setiap angka
ketiga dan seterusnya. Mungkin saja, siswa tidak hanya puas untuk
bertepuk tangan, kemungkinan lain adalah siswa meloncat, lompat tali,
merangkak, atau melakukan salto. Dengan cara ini, siswa akan mulai
menginternalisasi konsep perkalian dalam diri mereka dengan mudah dan
merasa enjoy.
e) Perkalian secara musikal
Siswa dengan kecerdasan musikal biasanya belajar melalui irama dan
melodi. Mereka bisa mempelajari apa pun dengan lebih mudah, jika hal itu
dinyanyikan, diberi ketukan, atau disiulkan. Seorang guru dapat memilih
sebuah lagu yang berirama alami dan teratur. Lagu rakyat sederhana atau
lagu lain yang disukai siswa-siswa biasanya sangat efektif. Kemudian
siswa diminta menyanyikan tabel perkalian sesuai irama lagu (“2 kali 2
sama dengan 4, 2 kali 3 sama dengan 6, 2 kali 4 sama dengan 8, dan
seterusnya”).
f) Perkalian secara interpersonal
Cara belajar terbaik siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah
dengan berhubungan dan bekerja sama. Dalam belajar perkalian,
pertama-tama guru mengajari konsep dasar perkalian melalui berbagai cara
seperti di atas, kemudian siswa diminta untuk mengajarkannya kepada
teman yang lain. Beri siswa beberapa gambar dan usulkan supaya siswa
menyelenggarakan kompetisi gambar kelompok di setiap kelompok mereka.
Buat permainan papan dari map karton dan gambarkan sebuah jalan berliku
dengan spidol dan tuliskan problem tabel perkalian (misalnya, 3 x 5 = ?)
di atas kotak-kotak terpisah.
g) Perkalian secara intrapersonal
Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan jenis ini paling efektif
belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih
kegiatan mereka tulis, dan menentukan kemajuan merkea sendiri melalui
proyek apa pun yang mereka minati. Siswa-siswa ini memotivasi diri
sendiri. Beri mereka kesempatan untuk belajar sendiri, dengan kecepatan
yang mereka tentukan sendiri, dan melakukan proyek serta permainan
individu. Dalam belajar perkalian, guru membiarkan siswa untuk bekerja
sendiri dalam memecahkan sebuah problem kelompok. Berilah siswa kunci
jawaban untuk memeriksa jawabannya, buku latihan beserta jawabannya,
atau program komputer untuk mempelajari tabel perkalian sendiri. Berilah
siswa kesempatan untuk bekerja sesuai dengan kecepatannya sendiri,
biarkan ia memeriksa jawabannya ketika memerlukannya, dengan demikian ia
bisa langsung memperoleh masukan mengenai kemajuannya dalam memahami
perkalian.
h) Perkalian secara naturalis
Siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan naturalis akan menjadi
semangat dalam belajar ketika terlibat dalam pengalaman di alam terbuka.
Untuk mempelajari perkalian, guru dapat meminta siswa untuk mengamati
kelipatan yang ada di alam, dari kuncup setangkai bunga, sampai ulir
sebutir buah semara atau cangkang kerang. Siswa dapat menggunakan
benda-benda alami ini sebagai objek problem perkalian (misalnya, jika
tangkai bunga ini mempunyai lima kuncup dan pada setiap kuncup ada tiga
helai kelopak, berapakah kelopak yang ada?).
Contoh penerapan strategi pembelajaran matematika berbasis multiple intelligences sebagaimana yang di atas, jika benar-benar dapat diterapkan dalam suasana belajar siswa, maka tidak akan dijumpai hambatan yang berarti bagi siswa selama belajar atau bagi guru selama mengajar. Setiap siswa merasa senaang ketika belajar perkalian dan tentunya siswa akan terus minat untuk mempelajari hal-hal yang lebih tinggi, yang belum mereka kuasai. [ahf]