KEMBALI KE DEFINISI

ABDUL HALIM FATHANI

TELAH ditegaskan bahwa, jika kita berada dalam kondisi bimbang, biasanya diakibatkan karena kita berada di pusaran masalah. Namun, masalah tersebut tidak perlu dihindari, tapi justru harus dihadapi. Kok dihadapi? Iya, dihadapi dalam rangka untuk menyelesaikannya. Ada satu kata kunci yang dapat disimpulkan dari uraian di atas, ialah segera tinggalkan ketidakpastian (bimbang), dan segeralah menuju kepastian. Untuk menuju ke kepastian, perlu modal. Modalnya apa? Modalnya adalah pengetahuan yang shahih.

Sebagai umat Islam, ketika menghadapi permasalahan dalam hukum fiqhiyyah, kita harus bisa tegas memutuskan: apakah hukumnya haram atau halal? Wajib, sunnah, mubah, atau makruh? Harus jelas haram atau halal. Bukan syubhat. Caranya bagaimana? Ya, kembali ke dasarnya, al-Qur’an dan al-Hadits. Ada permasalahan dalam kehidupan, segera kembali “menengok” pedoman hidup manusia, al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain, jika kita bimbang di pusaran permasalahan kehidupan, maka harus segera diselesaikan dengan merujuk pada ayat-ayat Allah dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Sebagai umat Islam, ketika menghadapi permasalahan dalam hukum fiqhiyyah, kita harus bisa tegas memutuskan: apakah hukumnya haram atau halal? Wajib, sunnah, mubah, atau makruh? Harus jelas haram atau halal. Bukan syubhat. Caranya bagaimana? Ya, kembali ke dasarnya, dalilnya, ada di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. JIka ada permasalahan dalam kehidupan, segera kembali “menengok” pedoman hidup manusia, al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan kata lain, jika kita bimbang di pusaran permasalahan kehidupan, maka harus segera diselesaikan dengan merujuk pada ayat-ayat Allah dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi.

LIMIT FUNGSI
Marilah kita mengingat kembali sewaktu belajar Matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketika kita sedang menyelesaikan “Limit Fungsi”, maka ada beberapa konsep yang seringkali membuat siswa bingung (bimbang). Perhatikan contoh berikut:

Apakah x itu mendekati c atau x = c? Kalau x itu mendekati c , namun siswa ketika mensubstitusikan x = c ke f(x), hasilnya kok bisa sama dengan L. Pemikiran tentang limit dihubungkan dengan perilaku suatu fungsi dekat dengan c, bukan sama dengan c. Lalu, kalau sama dengan c, maka solusinya bagaimana? dan seterusnya.

Untuk menyelesaikan soal di atas, menggunakan rumus yang mana ya? Menggunakan definisi atau teorema yang mana ya? Fungsi f(x) termasuk fungsi kontinu atau bukan?

Itulah beberapa “contoh” permasalahan dalam pembelajaran matematika yang seringkali dihadapi/dialami para siswa bahkan mahasiswa. Mereka seringkali bimbang untuk menyelesaikan soal Limit Fungsi. Lalu, bagaimana solusinya? Para siswa-bahkan mahasiswa, tidak perlu bimbang, tidak perlu ragu-ragu.

Jika menghadapi permasalahan pemahaman materi/konsep dalam pembelajaran matematika, segeralah kembali ke definisi. Definisi yang dimaksud di sini adalah “aturan”. Dalam matematika aturan yang sudah diyakini kebenarannya adalah “definisi”. Dari definisi kemudian, dikembangkan menjadi Teorema. Untuk teorema, harus dapat dibuktikan kebenarannya secara deduktif.

Jadi, kalau ada permasalahan seperti soal Limit di atas, maka tidak ada jalan lain kecuali kembali ke definisi Limit Fungsi. Siswa-antar siswa tidak perlu berdebat, x = c atau x mendeati c, atau lainnya, tetapi segera saja kembali ke definisi, maka siswa akan segera dapat menyelesaikan permasalahan Limit Fungsi tersebut dengan benar. Siswa akan bisa memutuskan, kapan x = c, demikian juga kapan x mendekati c.

Itulah sebuah analogi, bagaimana kita menyelesaikan permasalahan secara rasional. Sebagaimana tahapan menyelesaikan masalah menurut Polya, tahap pertama adalah memahami masalah. Dalam tahap ini, maka kita dituntut peka akan masalah yang sedang kita hadapi. Lalu, tahap kedua merencanakan penyelesaian masalah. Langkah ini, kita dituntut untuk memiliki modal pengetahuan yang cukup sehingga dapat menjadi bekal dalam merencanakan penyelesaian masalah. Dalam tahap inilah, yang penulis sebut sebagai tahap untuk kembali ke definisi. Jika kita sudah tahu definisi mana yang dirujuk, maka tahap berikutnya adalah eksekusi untuk menyelesaikannya, yang selanjutnya tahap keempat, yakni jangan lupa melakukan pengecekan.

Dengan mencoba-menerapkan empat tahapan penyelesaian masalah menurut Polya di atas yang dilandasi dengan semangat “kembali ke definsi”, maka penulis yakin, kita akan bisa mengamalkan hadits Nabi secara sempurna, “Tinggalkan perkara yang meragukanmu dan kerjakan perkara yang tidak meragukanmu.” Dengan kata lain, setiap masalah harus segera diselesaikan. Dengan demikian, kita tidak lagi dalam kondisi bimbang dan keragu-raguan. Akhirnya, kita berhasil dalam kondisi yang pasti. Selamat datang kepastian.[]

Sumber: https://www.timesindonesia.co.id/read/157762/20171001/150852/mari-kembali-ke-definisi/