KECERDASAN ALI BIN ABI THALIB

Abdul Halim Fathani

KECERDASAN bukan hanya milik sebagian orang saja. Bukan hanya milik orang-orang yang “sukses”, sementara orang yang “belum sukses” kemudian dilabeli sebagai orang yang tidak memiliki kecerdasan. Tetapi, siapa pun mesti memiliki kecerdasan. Rasulullah Saw memiliki kecerdasan matematik yang –sungguh- luar biasa. Begitu juga para sahabat nabi, termasuk sahabat Ali bin Abi Thalib.

Kalau merujuk pada paradigma kecerdasan Gardner, ia merumuskan bahwa setiap orang sesungguhnya memiliki delapan kecerdasan yang biasa dikenal multiple intelligences. Yaitu kecerdasan linguistik, matematis, musikal, kinestetik, musical, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Kedelapan kecerdasan tersebut telah bersemayam dalam masing-masing individu dengan kadar kecerdasan yang variatif.

Konsep kecerdasan Gardner, bukanlah kemampuan seseorang yang sudah mati sejak lahir dan tetap bertahan selama hidup, sehingga tidak dapat dikembangkan. Kecerdasan seseorang selalu dapat dikembangkan dan ditumbuh-suburkan. Begitu juga, kecerdasan dapat musnah, jika tidak pernah dirawat dan dikembangkan. Di sinilah, pendidikan mempunyai peran yang sangat besar untuk membantu perkembangan kecerdasan. Baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan di sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat.

Sahabat Nabi saw, Ali bin Abu Thalib memiliki kecerdasan logis-matematis yang luar biasa. Beliau yang dikenal mempunyai kelebihan fisik yang sangat kuat, gagah serta pemberani di medan peperangan, juga dikaruniai dengan kecerdasan yang luar biasa, beberapa hikayat menceritakan beliau mampu memecahkan persoalan matematis logis yang rumit hanya dalam hitungan detik!

Bilangan Bulat
Dalam “kesempatan” tulisan ini, saya paparkan satu cerita terkait yang membuktikan bahwa sahabat Nabi SAW –Ali bin Abi Thalib– juga termasuk dari sekian orang yang memiliki kecerdasan matematik, yang semakin dapat meyakinkan kepada kita semua bahwa siapa pun orangnya sesungguhnya memiliki potensi kecerdasan matematis. Cerita berjudul “Si Yahudi” di bawah ini dikutip secara utuh dari website, http://archive.kaskus.co.id/thread/7197349/1 (diakses 19 Januari 2016).

Satu hari seorang Yahudi datang kepada Sahabat Ali, dia tahu kalau Ali mempunyai kecerdasan lebih. Dia ingin mengajukan pertanyaan yang sulit dan sehingga Ali akan tak mampu menjawabnya. Si Yahudi berpikir dengan itu, dia akan mampu mempermalukan Ali di depan semua ummat.

Dia bertemu dengan Ali bertanya “Yaa Ali, berikanlah kepadaku sebuah angka, yang apabila kita bagi dengan angka 1 – 10, maka hasilnya SELALU bilangan bulat TIDAK PERNAH sebagai pecahan”.

Sahabat Ali hanya menatap si Yahudi seraya berkata “Ambillah jumlah hari dalam setahun dan kalikan dengan jumlah hari dalam satu minggu dan Anda akan memiliki jawaban Anda.”
Orang Yahudi sontak kaget tetapi karena dia adalah seorang musyrik, dia masih tidak percaya dengan jawaban tersebut. Kemudian ia menghitung jawaban tersebut, yakni:

Jumlah Hari dalam Tahun Hijriyah = 360 hari
Jumlah Hari dalam Minggu = 7 hari
Perkalian keduanya = 360 x 7 = 2520.
Selanjutnya
2520/1 = 2520
2520/2 = 1260
2520/3 = 840
2520/4 = 630
2520/5 = 504
2520/6 = 420
2520/7 = 360
2520/8 = 315
2520/9 = 280
2520/10= 252

Subhanallah! Sungguh luar biasa!
Subhanallah. Kisah cerita di atas, sungguh-sungguh luar biasa. Hal ini dapat menunjukkan dan memperkuat pemahaman selama ini, terutama terkait paradigma baru kecerdasan yang digagas Gardner, multiple intelligences. Howard Gardner (1983) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib, telah membuktikan kepada kita bahwa, kecerdasan adalah bagaimana kita dapat menyelesaikan suatu permasalahan dengan cepat, tepat, dan bijak.

Setiap individu –siapa pun orangnya- pasti memiliki delapan kecerdasan dengan kadar kecenderungan yang belum tentu sama. Termasuk juga kepemilikan kecerdasan matematis. Kalau sahabat Ali bin Abi Thalib –yang oleh Nabi saw disebut sebagai pintunya ilmu, maka –tentunya- Nabi Muhammad saw yang menjadi kotanya ilmu, juga memiliki kecerdasan logis-matematis yang luar biasa. Kecerdasan Sahabat Ali bin Abi Thalib melewati proses matematika yang kompleks dalam hitungan detik! Karena itu, merupakan suat keniscayaan jika Nabi Muhammad saw bersabda: “Aku adalah kotanya Ilmu, sedangkan Ali adalah pintu-pintunya”.

Pesan tulisan ini sesunggunya bukan untuk memprovokasi agar kita menjadi orang yang cerdas secara matematis, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita dapat menemu-kenali potensi kecerdasan kita masing-masing, kemudian dikembangkan, sehingga dapat sampai pada kondisi akhir terbaik. Setiap individu sesungguhnya adalah sang juara di bidangnya masing-masing.

Di akhir tulisan ini, penulis ingin menegaskan (kembali) bahwa pada dasarnya setiap diri kita memiliki kemampuan kecerdasan yang unik dan senantiasa dapat berubah. Setiap manusia termasuk individu unik yang mempunyai eksistensi dan memiliki jiwa sendiri, serta mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya masing-masing yang khas. Karena itu, keluargalah yang paling menentukan terhadap masa depan anak, begitupula corak anak dilihat dari perkembangan sosial, psikis, fisik, dan religiusitas juga ditentukan oleh keluarga. [ahf]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *