BERGURU MENULIS KEPADA HADRATUS SYEKH HASYIM ASYARI

Oleh Abdul Halim Fathani

poster-48x60-hijau.psd_ISLAM, sejak dahulu menghargai tradisi dan kemampuan tulis-menulis, mengingat manfaatnya yang begitu besar bagi perkembangan peradaban umat manusia. Misalnya, apa yang akan terjadi kalau tidak ada budaya (tradisi) baca-tulis, orang tentu akan sangat sulit mengetahui, belajar tentang kitab suci al-Qur’an yang berjumlah lebih dari 6000-an ayat tersebut, dan hadits yang tak kalah besar jumlahnya mencapai ratusan ribu buah.

Apabila kita menengok pada sejarah para ulama’, akan diketahui bahwa para ulama’ tersebut mewariskan ilmunya dengan sebuah tulisan dalam berbagai kitab dan manuskrip. Dan, isi kitab yang ditulisnya pun memiliki kadar kualitas yang berbobot dan menjadi referensi umat sepanjang zaman, sampai saat ini. Namun, tradisi yang demikian itu, semakin lama semakin punah. Sulit rasanya kita mencari generasi umat Islam yang mewariskan “kitab” pegangan hidup. Padahal, tidak dapat dipungkiri, waktu demi waktu, ulama kita secara bergiliran akan meninggalkan kita. Tentu, hanya ada satu cara untuk menyelamatkan pikiran-pikiran mulai para ulama tersebut. Yakni dengan menulis, menulis, dan menulis.
Tidak ada di antara kita yang tak sepakat bahwa kepakaran dan keilmuan seorang ulama, cendekiawan, perlu didukung (dibuktikan) dengan menghasilkan karya nyata yang betul-betul bisa “dinikmati” oleh masyarakat, di antaranya dengan melihat berapa banyak karya tulis atau buku yang telah dikarang. Tentunya umat Islam sudah tak asing lagi dengan nama Imam al-Ghazali karena kemashuran kitabnya yang berjudul Ihya’ al-‘Ulumuddin, Imam Bukhari dengan Shahih Bukhari, Imam Muslim dengan Shahih Muslim, Imam Malik dengan Muwatta’, Imam Syafi’i dengan al-Umm dan banyak lagi ulama lainnya.

Di Indonesia, nama KH. Hasyim Asyari sudah tidak asing lagi bagi kita, terutama warga nahdliyin. KH. Hasyim Asy’ari merupakan pendiri Pesantren Tebuireng Jombang-Jawa Timur, tokoh ulama dan pendiri Nahdlatul Ulama’ (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Hadratussyaikh yang juga merupakan Pahlawan Nasional ini merupakan salah satu tokoh besar Indonesia abad ke-20. Kiai Hasyim lahir pada Selasa Kliwon, 24 Dzulqa’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Februari l871 M, di pesantren Gedang, desa Tambakrejo, sekitar 2 km. ke arah utara Kota Jombang. Putra ketiga dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Kiai Asy’ari adalah menantu Kiai Utsman, pengasuh pesantren Gedang.
Di bawah ini merupakan biografi singkat tentang “rekaman” tradisi menulis yang telah dilakoni oleh Hadratussyaikh semasa hidupnya. Rekaman ini disadur dari sebuah artikel biografi yang diunduh dari situs pesantren tebuireng (http://www.tebuireng.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=30).

Menelusuri Karya KH. Hasyim Asyari
KH. Hasyim Asyari adalah sosok ulama yang lengkap. Di samping aktif mengajar, berdakwah, dan berjuang, beliau juga termasuk penulis produktif. Beliau meluangkan waktu untuk menulis setiap pagi hari, antara pukul 10.00 sampai menjelang dzuhur. Waktu ini merupakan waktu longgar yang biasa digunakan untuk membaca kitab, menulis, juga menerima tamu. Karya-karya Kiai Hasyim banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misalnya, ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Kiai Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah, di antaranya Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah Wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.
KH. Hasyim Asyari juga sering menjadi kolumnis di majalah-majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Kiai Hasyim berisi jawaban-jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang, seperti hukum memakai dasi, hukum mengajari tulisan kepada kaum wanita, hukum rokok, dll. Selain membahas tentang masail fiqhiyah, Kiai Hasyim juga mengeluarkan fatwa dan nasehat kepada kaum muslimin, seperti al-Mawaidz, doa-doa untuk kalangan Nahdhiyyin, keutamaan bercocok tanam, anjuran menegakkan keadilan, dan lainnya.

Adapun karya-karya KH. Hasyim Asy’ari yang dapat ditelusuri adalah sebagai berikut:

1. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial. Tebal 17 halaman, selesai ditulis hari Senin, 20 Syawal 1360 H., penerbit Maktabah Al-Turats Al-Islami Ma’had Tebuireng.
2. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy li Jam’iyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama’. Tebal 10 halaman. Berisikan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Nahdhatul Ulama’ dan dasar-dasar pembentukannya disertai beberapa hadis dan fatwa-fatwa Kiai Hasyim tentang berbagai persoalan. Pernah dicetak oleh percetakan Menara Kudus tahun 1971 M. dengan judul, ”Ihya’ Amal al-Fudhala’ fi al-Qanun al-Asasy li Jam’iyah Nahdhatul Ulama’”.
3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah. Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat. Tebal 4 halaman, berisi tentang perlunya berpegang kepada salah satu diantara empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali). Di dalamnya juga terdapat uraian tentang metodologi penggalian hukum (istinbat al-ahkam), metode ijtihad, serta respon atas pendapat Ibn Hazm tentang taqlid.
4. Mawaidz. Beberapa Nasihat. Berisi fatwa dan peringatan tentang merajalelanya kekufuran, mengajak merujuk kembali kepada al-Quran dan hadis, dan lain sebagainya. Testament keagamaan ini pernah disiarkan dalam kongres Nahdhatul Ulama’ ke XI tahun 1935 di Kota Bandung, dan pernah diterjemahkan oleh Prof. Buya Hamka dalam majalah Panji Masyarakat no.5 tanggal 15 Agustus 1959, tahun pertama halaman 5-6.
5. Arba’in Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jam’lyah Nahdhatul Ulama’. 40 hadits Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama’.
6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin. Cahaya yang jelas menerangkan cinta kepada pemimpin para rasul. Berisi dasar kewajiban seorang muslim untuk beriman, mentaati, meneladani, dan mencintai Nabi Muhammad SAW. Tebal 87 halaman, memuat biografi singkat Nabi SAW mulai lahir hingga wafat, dan menjelaskan mu’jizat shalawat, ziarah, wasilah, serta syafaat. Selesai ditulis pada 25 Sya’ban 1346 H., terdiri dari 29 bab.
7. At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran. Ditulis berdasarkan kejadian yang pernah dilihat pada malam Senin, 25 Rabi’ al-Awwal 1355 H., saat para santri di salah satu pesantren sedang merayakan Maulid Nabi yang diiringi dengan perbuatan mungkar, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, permainan yang menyerupai judi, senda gurau, dll. Pada halaman pertama terdapat pengantar dari tim lajnah ulama al-Azhar, Mesir. Selesai ditulis pada 14 Rabi’ at-Tsani 1355 H., terdiri dari 15 bab setebal 63 halaman, dicetak oleh Maktabah at-Turats al-Islamy Tebuireng, cetakan pertama tahun 1415 H.
8. Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-Sa’ah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahl Sunnah Wal Jama’ah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bid’ah. Berisi 9 pasal.
9. Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-Fasuruani. Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir. Di dalamnya juga terdapat banyak pasal berbahasa Jawa dan merupakan fatwa Kiai Hasyim yang pernah dimuat di Majalah Nahdhatoel Oelama’. Tebal 144 halaman.
10. Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syar’i; hukum-hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan. Kitab ini biasanya dicetak bersama kitab Miftah al-Falah karya almarhum Kiai Ishamuddin Hadziq, sehingga tebalnya menjadi 75 halaman.
11. Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘Asyarah. Mutiara yang memancar dalam menerangkan 19 masalah. Berisi kajian tentang wali dan thariqah dalam bentuk tanya-jawab sebanyak 19 masalah. Tahun 1970-an kitab ini diterjemahkan oleh Dr. KH. Thalhah Mansoer atas perintah KH. M. Yusuf Hasyim, dierbitkan oleh percetakan Menara Kudus. Di dalamnya memuat catatan editor setebal xxxiii halaman. Sedangkan kitab aslinya dimulai dari halaman 1 sampai halaman 29.
12. Al-Risalah fi al-’Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid, pernah dicetak oleh Maktabah an-Nabhaniyah al-Kubra Surabaya, bekerja sama dengan percetakan Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir tahun 1356 H./1937M. Dicetak bersama kitab Kiai Hasyim lainnya yang berjudul Risalah fi at-Tashawwuf serta dua kitab lainnya karya seorang ulama dari Tuban. Risalah ini ditash-hih oleh syeikh Fahmi Ja’far al-Jawi dan Syeikh Ahmad Said ‘Ali (al-Azhar). Selelai ditash-hih pada hari Kamis, 26 Syawal 1356 H/30 Desember 1937 M.
13. Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang ma’rifat, syariat, thariqah, dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa, dicetak bersama kitab al-Risalah fi al-‘Aqaid.
14. Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi Ahwal Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat Ta’limih. Tatakrama pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik, merupakan resume dari Adab al-Mu’allim karya Syekh Muhammad bin Sahnun (w.256 H/871 M); Ta’lim al-Muta’allim fi Thariq at-Ta’allum karya Syeikh Burhanuddin al-Zarnuji (w.591 H); dan Tadzkirat al-Saml wa al-Mutakallim fi Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim karya Syeikh Ibn Jama’ah. Memuat 8 bab, diterbitkan oleh Maktabah at-Turats al-Islamy Tebuireng. Di akhir kitab terdapat banyak pengantar dari para ulama, seperti: Syeikh Sa’id bin Muhammad al-Yamani (pengajar di Masjidil Haram, bermadzhab Syafii), Syeikh Abdul Hamid Sinbal Hadidi (guru besar di Masjidil Haram, bermadzhab Hanafi), Syeikh Hasan bin Said al-Yamani (Guru besar Masjidil Haram), dan Syeikh Muhammad ‘Ali bin Sa’id al-Yamani.

Selain kitab-kitab tersebut di atas, terdapat beberapa naskah manuskrip karya KH. Hasyim Asy’ari yang hingga kini belum diterbitkan, yaitu:
1. Hasyiyah ‘ala Fath ar-Rahman bi Syarh Risalah al-Wali Ruslan li Syeikh al-Islam Zakariya al-Anshari.
2. Ar-Risalah at-Tawhidiyah
3. Al-Qala’id fi Bayan ma Yajib min al-Aqa’id
4. Al-Risalah al-Jama’ah
5. Tamyiz al-Haqq min al-Bathil
6. al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus
7. Manasik Shughra

Sungguh luar biasa! KH. Hasyim Asyari telah meninggalkan warisan yang sangat berharga. Dari kebiasaan yang dilakoni Hadratussyaikh, ada beberapa “hikmah” yang dapat kita ambil. Pertama, terkait waktu menulis, ternyata beliau istiqamah meluangkan waktu untuk menulis setiap pagi hari, antara pukul 10.00 sampai menjelang dzuhur. Hal ini mengingatkan kepada kita semua (termasuk saya) agar meluangkan waktu tertentu untuk menghasilkan karya (baca: menulis). Kalau di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, terdapat figur Rektor (Periode 1997-2013) yang patut diteladani, ialah Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Beliau secara istiqamah meluangkan waktu untuk menulis setiap bakda shubuh yang kemudian dipublikasikan via website (www.imamsuprayogo.com). Keajegan menulis Prof. Imam ini sampai kini (2014) telah berjalan selama 6 tahun.

Kedua, Motivasi KH. Hasyim Asyari untuk menulis merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat dan fatwa dan nasehat kepada kaum muslimin Dengan demikian, masyarakat dan umat Islam akan selalu menunggu tulisan (baca: karya) dari Hadratussyaikh. Karena, tulisan yang dihasilkan dapat menjadi jawaban atas berbagai “kegelisahan” yang terjadi di masyarakat. Alhasil, tulisan yang dihasilkan Hadratusysyaikh benar-benar bermanfaat.

Berbagai tulisan yang telah diwariskan KH. Hasyim Asyari –baik dalam bentuk buku, manuskrip, maupun yang dipublikasikan dalam majalah- benar-benar telah menjadi bukti atas kepakaran dan keilmuan seorang ulama. Ini dibuktikan dengan munculnya sejumlah karya bermutu tinggi yang dilahirkan beliau. Dan, tulisan Hadratussyaikh –sampai kini- masih menjadi rujukan penting bagi umat Islam dalam melakoni kehidupan. Tidak heran jika dikatakan bahwa karya tulis (memang) memegang peran penting dalam transmisi ilmu pengetahuan kepada masyarakat secara luas. Bila pada masa lalu Kyai Haji Hasyim Asyari telah berhasil mewariskan ilmunya melalui karya tulisan yang banyak, bermutu, dan bermanfaat, maka generasi muda sekarang pun seharusnya bisa mengikuti jejak Hadratussyaikh. Amin. [ah.fathani@gmail.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *