PENDIDIKAN KARAKTER ANAK KOS

oleh Abdul Halim Fathani

rusunwa240

KINI, pendidikan karakter telah menjadi isu utama pendidikan. Pendidikan karakter menjadi fokus perhatian dunia pendidikan di seluruh jenjang pendidikan. Banyak pihak menyelenggarakan diskusi atau seminar seputar pendidikan karakter. Semua itu dilakukan agar pendidikan karakter yang sedang digalakkan pemerintah segera dapat direalisasikan demi mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dan berkarakter.

Harian Kompas (20/12/11) menginformasikan pernyataan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Pendidikan, Musliar Kasim bahwa untuk membendung semakin maraknya kasus kekerasan di dunia kampus, beliau meminta seluruh rektor perguruan tinggi negeri (PTN) menerapkan pendidikan karakter di kampusnya. Salah satu cara yang diusulkan adalah mengasramakan para mahasiswa tingkat satu dan dua.

Menurut Musliar, pendidikan di asrama merupakan jawaban atas tantangan dunia pendidikan yang tidak mampu mendidik karakter anak akibat waktu anak di sekolah atau kampus sangat terbatas. Asrama pendidikan dianggap mampu menjawab kebutuhan, karena ada pengawasan 24 jam. Pendek kata, seolah-olah dengan “dibangunnya” asrama di kampus, pelbagai kegelisahan terkait pendidikan karakter akan terselesaikan. Benarkah demikian?

Model
Pada dasarnya, penulis sependapat dengan gagasan Wamendikbud di atas. Hal ini didukung dengan fakta yang ada, sebagaimana model pendidikan yang telah dikembangkan di kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jatim. Sejak tahun 2000 –kampus ini- dilengkapi sarana pendidikan dengan asrama mahasiswa yang biasa dikenal dengan ma’had Sunan Ampel al-Aly. Ma’had tersebut hingga sekarang masih berjalan dan bahkan semakin berkembang. Imam Suprayogo (2011) menjelaskan, dengan adanya ma’had tersebut dimaksudkan agar mahasiswa berhasil membangun kultur akademik dan kehidupan Islami. Melalui ma’had itu, para mahasiswa secara bersama-sama membiasakan kegiatan yang bernuansa akademik, seperti berdiskusi, membaca, menulis, dan juga belajar berorganisasi. Selain itu, dengan ma’had, agar mereka membiasakan shalat berjama’ah, tadarrus al-Qur’an, shalat malam dan seterusnya. Selain menumbuhkembangkan kedua hal tersebut, keberadaan ma’had juga dimaksudkan sebagai sarana untuk mendukung pembelajaran bahasa Asing, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Pada dasarnya membangun pendidikan karakter melalui sistem pendidikan berasrama belum (baca: tidak) cukup dilakukan hanya dengan mendirikan gedung sebagai tempat hunian mahasiswa, tetapi juga diperlukan kepemimpinan yang handal, manajemen profesional, dan sumber daya manusia yang mumpuni. Kesemuanya itu harus bekerja penuh selama 24 jam.

Sekilas, dengan berdirinya asrama mahasiswa, aktivitas mereka akan terkontrol. Anggapan ini bisa jadi tepat, bisa juga keliru. Disebut tepat karena ketika para mahasiswa diasramakan diberikan bimbingan oleh pengasuh/para dosen. Tetapi kalau mereka dibiarkan, dalam arti tidak diberi arahan dan bimbingan langsung, maka asrama itu tidak akan memiliki makna apa-apa. Asrama tersebut akan menjadi bagaikan rumah kost biasa.

Bercermin di UIN Malang, di dalam ma’had tersebut, selain terdapat bangunan asrama, seyogianya juga harus dilengkapi dengan masjid (baca: tempat ibadah) dan dewan pengasuh. Di setiap gedung mahasiswa juga didampingi dengan mahasiswa senior untuk membimbing (baca: mengawal) terbentuknya pribadi berkarakter.

Fakta
Untuk membangun asrama pendidikan, tentu tidak bisa mudah dan cepat. Karena terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia dan banyaknya jumlah PTN di negeri ini. Tetapi yang perlu digarisbawahi, model pendidikan berasrama dianggap bisa menjadi solusi atas pelbagai kegelisahan selama ini. Hemat penulis, cara bijak yang dapat digunakan adalah melihat kembali kemampuan dan keadaan yang sesungguhnya. Pemerintah bisa memprogram pembangunan asrama mahasiswa secara bergiliran.

Saat ini, banyak mahasiswa yang tinggal di kos-kosan/kontrakan. Biasanya, mereka hidup tanpa pengawasan. Oleh karena itu, meskipun pihak pemerintah dan kampus tidak bisa secepatnya merealisasikan sistem pendidikan berasrama, ide cerdas ini tidak boleh menguap begitu saja. Pihak kampus bisa melakukan koordinasi dengan pemilik kos/kontrakan yang dihuni para mahasiswa sebagai “asrama pendidikan” sementara waktu.

Salah satu agenda penting yang dilaksanakan adalah, memberlakukan kos/kontrakan mahasiswa mirip dengan model pendidikan di asrama. Karena, untuk membentuk karakter mahasiswa tidak cukup hanya melalui akademik dan organisasi di kampus ansich, tetapi juga perlu melakukan kebiasaan-kebiasaan positif yang dapat dilakukan dengan penciptaan lingkungan yang kondusif di kos/kontrakan mahasiswa.

Pihak kampus dapat mengorganisasikan kepada para dosen maupun mahasiswa yang melakukan pengabdian masyarakat untuk berperan sebagai pembimbing di kos/kontrakan mahasiswa. Alhasil, meskipun mahasiswa bertempat tinggal di kos/kontrakan, tetapi nuansa pendidikan tetap bisa diwujudkan. Jika demikian, maka “proyek besar” pendidikan karakter dapat segera diwujudkan.

Namun, agenda ini harus mendapat dukungan dari banyak pihak, terutama pemegang kebijakan. Pendidikan karakter dengan model pendidikan berasrama ini hanya akan bisa efektif jika dilaksanakan secara bersamaan dan sinergis, serta adanya kesadaran dari pelbagai pihak. Semoga! [ahf]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *