Oleh Abdul Halim Fathani
MENURUT Elaine B.J (2008) keterkaitan yang mengarah kepada makna adalah jantung dari pengajaran dan pembelajaran kontekstual, pada saat siswa mulai berpikir tentang pelajaran agama, ilmu pengetahuan sosial (IPS), ilmu pengetahuan alam (IPA), Bahasa Inggris dengan kenyataan hidupnya, masyarakatnya, maka sebenarnya ia telah menapaki jalan menuju pembelajaran dan pengajaran yang menemukan makna. Keterkaitan antara teori dan konsep akademis yang miliki siswa dengan lingkungannya sehari-hari dari kehidupannya.
Setelah siswa merasa menemukan makna dalam pembelajarannya ia akan bangkit dan terus berjuang sampai ia mendapatkan makna yang bermanfaat bagi dirinya, maka ia akan terus belajar dan belajar. Motivasi besar ini muncul dari manfaat yang telah ia terima dan rasakan, ternyata konsep akademis yang ia terima di sekolah sesuai dengan kehidupannya sehari-hari.
Dalam bukunya yang berjudul ”Quantum learning,” Bobby De Porter (2007) menyimpulkan bahwa ketika seseorang bersemangat, gembira, dan tidak bosan dalam melakukan sesuatu pada dasarnya ia telah menemukan manfaat dan makna dari apa yang telah ia lakukan. Pembelajaran bermakna memberi manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada siswa, semakin banyak mengetahui manfaat, maka akan semakin besar antusias siswa untuk belajar, sebab dengan banyak belajar akan makin dekat dengan manfaat itu, akan makin senang melakukan pekerjaannya.
Jadi, makin besar kita mengetahui manfaat sesuatu maka akan makin besar peluang untuk melakukan perbuatan itu, sebaliknya semakin sedikit mengetahui manfaat dari yang kita kerjakan maka akan makin sedikit semangat kita untuk melakukan hal itu. Ketika siswa tahu banyak akan manfaat dari sedekah maka siswa akan makin rajin untuk sedekah, demikian juga ketika siswa tahu akan manfaat olah raga maka siswa akan dengan senang hati untuk melakukan olah raga. Ketika siswa mengetahui manfaat menolong orang maka siswa akan terus berlomba untuk menolong orang.
Proses belajar tidak hanya menghafal, tetapi siswa harus membangun pengetahuan di pikirannya sendiri tanpa harus dipaksa. Siswa dalam pembelajaran harus mengalami sendiri dari apa yang dipelajarinya. Jadi siswa harus mencari sendiri, guru hanya memberi pengarahan, dan motivasi ektrinsik. Para ahli menyepakati bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tertata rapi sehingga menjadi suatu pemahaman dan pengetahuan yang mendalam, dalam arti pengetahuan yang ada pada diri seseorang terorganisir, sehingga menjadi pemahaman yang melekat.
Di sisi lain, dalam cara memandang siswa hendaknya perlu kesadaran adanya keunikan dan keragaman setiap individu. Hendaknya siswa dibiasakan mengeluarkan ide-ide sendiri, memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang mendukung bakat, minat dan manfaat bagi kehidupannya. Ketika ketrampilan makin tersusun dan bakatnya terus dikembangkan maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada struktur otaknya, dengan demikian proses pembelajaran akan mampu mengubah struktur otaknya.
Pembelajaran bermakna merupakan kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegunaan pengalaman belajar pada kehidupan nyata peserta didik. Dalam hal ini guru dituntut mampu meyakinkan secara realistik suatu pengalaman belajar dengan menekankan pada siswa belajar secara aktif dan dapat memotivasi belajar yang tinggi kepada peserta didik.
Tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran bermakna yang ditawarkan Puskur Balitbang Depdiknas (2002) (dalam Sukmara, 2007) adalah sebagai berikut:
a. Pemanasan/Apersepsi
Mengawali kegiatan pembelajaran, guru harus memperhatikan dan melakukan hal-hal berikut: Pelajaran harus dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa; Motivasi siswa ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna; dan Siswa didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal baru.
b. Eksplorasi
Pengembangan sejumlah pengalaman belajar hendaknya memperhatikan: Keterampilan baru yang diperkenalkan; Kaitkan materi pengalaman belajar dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa sebelumnya; dan Pilih metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaan siswa akan pengalaman baru yang disajikan.
c. Konsolidasi Pelajaran
Pemantapan pengalaman belajar siswa dapat dilakukan dengan cara: Melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami pengalaman atau materi baru; Melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan masalah; Menekankan pada kaitan struktural yaitu kaitan antara materi pengalaman baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan; dan Pilih metodologi yang tepat sehingga pengalaman baru dapat terproses menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari.
d. Pembentukan Sikap dan Perilaku
Proses internalisasi suatu pengalaman baru dapat dilakukan dengan: Mendorong siswa menrapkan konsep atau pengertian baru yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari; Membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan siswa sehari-hari berdasarkan pengalaman belajarnya; Pilih metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan perilaku siswa menuju perubahan yang lebih baik.
e. Penilaian Formatif
Untuk menentukan efektivitas serta keberhasilan proses pembelajaran dapat dilakukan hal-hal berikut: Kembangkan cara-car menilai hasil belajar siswa secara variatif; Gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan dan masalah-masalah yang dihadapi baik oleh siswa maupun guru; dan Pilih metodologi penelitian yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai.
Walhasil, meraih “makna” dalam proses pembelajaran merupakan serangkaian proses menyerap informasi atau pengetahuan baru dengan menghubungkannya ke pelbagai aspek relevan yang ada di pikiran dan kehidupan nyata. Inilah pembelajaran bermakna. [ahf]