Arah Pembelajaran Matematika

Oleh Abdul Halim Fathani

SAMPAI sekarang ini –ternyata- masih ada pihak-pihak yang mengeluhkan rendahnya kemampuan siswa Indonesia di bidang matematika, terutama kemampuan siswa untuk menyelesaikan problematika kehidupan sehari-hari. Dalam penuturan Iwan Pranoto –Pakar Matematika dari Institut Teknologi Bandung- sebagaimana yang dilansir Kompas Online (31/1/11) menyatakan bahwa “Kemenangan siswa Indonesia di berbagai ajang olimpiade internasional rupanya tak membuat kualitas siswa Indonesia meningkat. Justru sebaliknya, sekitar 76,6 persen siswa setingkat SMP ternyata dinilai ”buta” matematika.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa praktik pendidikan Matematika di Indonesia dinilai masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tingkat tersier. Semestinya, dunia di abad 21 ini, pembelajaran Matematika yang paling utama adalah pembelajaran yang berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga negara yang peduli, konstruktif, dan pandai bernalar. Demikian diungkapkan Iwan Pranoto dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia, Jumat (28/1/2011). (Kompas, 31/1/11).

Melihat fakta di atas, sungguh merupakan tantangan bagi masa depan bangsa Indonesia. Matematika merupakan ilmu dasar dari segala ilmu pengetahuan (basic of science). Oleh karenanya, jika kita menginginkan bangsa Indonesia menjadi maju dan unggul dalam meraih peradaban, maka salah satu hal yang harus dipenuhi adalah generasi penerus bangsa tidak boleh mengalami “buta matematika”. Memang, ada beberapa siswa Indonesia yang menang di pelbagai ajang olimpiade tingkat internasional. Namun, jumlah siswa yang kemampuan matematikanya rendah bahkan acuh tak acuh untuk belajar matematika, sungguh tidak sedikit jumlahnya.

Dalam pembelajaran matematika selama ini, siswa lebih cenderung mahir menyelesaikan soal-soal matematika ketika di dalam kelas. Soal-soal matematika yang diselesaikan pun berkisar pada keterampilan berhitung saja. Jarang sekali soal yang berorientasi pada pemecahan masalah dalam kehidupan nyata. Akibatnya, siswa tidak memahami secara utuh konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan ketika dituntut mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu nilai matematika yang diajarkan di sekolah yang terpenting adalah kegunaannya dalam kehidupan riil. Dengan menunjukkan keterkaitan matematika dengan kejadian-kejadian dalam dunia nyata, maka matematika akan dirasakan lebih bermanfaat. Oleh karena itu, salah satu sasaran pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan matematika yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar Matematika lebih giat.

Apabila kemampuan siswa masih di seputar bagaimana melakukan perhitungan yang benar, bagaimana menyelesaikan soal-soal yang diujikan dalam ujian nasional (UN) yang tentunya didominasi dengan pertanyaan seputar perhitungan dan prosedural ansich, dan yang lebih parah kemampuan matematika siswa hanya didasarkan atas hasil akhir dalam lembar jawaban, maka harapan akan meningkatnya kualitas dan mutu kemampuan siswa di bidang matematika horisonal nampaknya masih harus berjuang keras untuk dapat terwujud. Pembelajaran matematika yang tidak membumi seperti ini tidak akan cukup untuk membawa generasi bangsa dalam menjawab tantangan dan persaingan global.

Terkait hal ini, Ipung Yuwono (2005:1) menawarkan model pembelajaran matematika secara membumi (PMB). Model ini diilhami karena selama ini, pembelajaran matematika banyak dipengaruhi oleh pandangan yang menganggap matematika sebagai alat bantu untuk pengetahuan lainnya yang mengakibatkan pola pembelajaran matematika menjadi terpusat pada guru. Guru yang baik adalah guru yang banyak menjelaskan konsep atau algoritma dengan gamblang dan memberikan cara penyelesaian soal-soal dengan cara singkat dan cepat. Proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tidak penting, yang utama adalah siswa dapat memperoleh hasil akhir dengan tepat. Pembelajaran demikian lebih menekankan pada “mindless drill” lebih mementingkan keterampilan prosedural dan meminggirkan pemahaman konsep.

Pembelajaran matematika secara membumi (PMB) yang digagas Yuwono (2005) merupakan desain pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme dan mengurangi beberapa kelemahan yang ada dalam pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme. Bentuk modifikasi adalah dengan menambahkan satu langkah pada empat langkah pembelajaran matematika yang mengacu pada pembelajaran matematika realistik. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut: 1) Memahami masalah kontekstual, 2) Menyelesaikan masalah konstekstual, 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan 4) Menyimpulkan.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dalam pembelajaran matematika secara membumi (PMB) adalah sama dengan langkah pada pembelajaran matematika realistik, namun masih ditambah lagi satu langkah kelima, yakni latihan keterampilan prosedural. Keterampilan prosedural ini dimaksudkan sebagai latihan siswa untuk menginternalisasikan rumus atau algoritma yang diperoleh pada saat pematematikaan vertikal. Dalam PMB, keterampilan prosedural ini diberikan setelah konsep didapat oleh siswa dan juga diwujudkan dalam bentuk tugas rumah yang berupa latihan mengerjakan soal-soal yang telah menjadi rutinitas siswa (Yuwono, 2005).

Dengan demikian, jika pembelajaran matematika dilakukan dengan pendekatan matematika realistik yang ditambahn dengan latihan keterampilan prosedural, maka diharapkan dapat memberikan dampak positif. Dampak positif yang dimaksud adalah berorientasi ganda, yakni memahami matematika secara konsep, memiliki kemampuan untuk bernalar dan pemecahan masalah dan memiliki keterampilan prosedural. [ahf]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *