Oleh Abdul Halim Fathani
Ketika saya (bersama teman) bepergian ke Probolinggo, sesekali saya berada di belakang truk gandeng. Secara tidak sengaja, saya membaca tulisan yang ada di bagian belakang truk (di sebelah atas plat, nomor polisi). Tulisan yang terpampang dengan jelas tersebut berbunyi “AWAS, TRUK INI PANJANG DAN LEBAR”.
Secara tidak sengaja juga, seketika itu saya langsung teringat pelajaran matematika tentang rumus mencari luas bangun persegi panjang, yakni panjang dikalikan lebar (p x l). Dalam bangun datar yang berbentuk empat persegi panjang, terdapat dua sisi yang sama panjang, yakni dua sisi panjang dan dua sisi lebar.
Kalau kita memperhatikan bangun datar yang ada di sekeliling kita yang berbentuk persegi panjang, maka dapat dengan mudah kita temukan. Seperti, kertas A4, Sampul buku, tabloid/Koran, cermin, bendera merah putih, kartu ATM/KTM/KTP/ASKES, slip pembayaran SPP/registrasi, slip pembayaran telepon, nota pembelian, kalender, tiket, karcis, pembatas buku, dan masih banyak yang lain.
Di sisi lain, ada bangun yang selain memiliki panjang dan lebar juga ada yang memiliki sisi tinggi, sehingga ada tiga sisi (panjang, lebar, dan tinggi) yang merupakan bangun ruang, yang biasa kita kenal dengan BALOK. Benda-benda di sekitar kita yang termasuk balok sangat banyak, seperti Hand Phone, roti wafer, lemari panjang, kardus air mineral.
Nah, kembali ke tema awal. Kalau kita perhatikan pada bagian belakang truk gandeng, tepatnya pada ruang yang disediakan untuk pengangkutan barang-barang, maka dapat disimpulkan bangun tersebut memiliki tiga sisi, yakni sisi panjang, sisi lebar, dan sisi tinggi. Sehingga kalau kita menghitung volume dari bangun tersebut, tinggal kita mengalikan tiga sisi (panjang x lebar x tinggi).
Namun, tulisan yang penulis lihat di truk gandeng tersebut, hanya mencantumkan dua sisi, panjang dan lebar. Untuk sisi tingginya tidak dicantumkan. Barangkali, yang dimaksudkan oleh orang yang menulis tersebut adalah ingin memberikan peringatan kepada pengendara motor yang ada di belakang truk, agar hati-hati kalau mau mendahului. Karena truk gandeng itu, maka dengan bahasa yang mudah, pemiliki truk memberikan aba-aba, agar pengendara hati-hati pada saat mendahului truk tersebut, karena truk tersebut memiliki panjang dan lebar.
Mengapa sisi tinggi tidak digunakan? Bisa saja, pemilik truk sudah maklum dam mafhum, kalau pengendara motor tidak akan mungkin mendahului truk dengan cara terbang ke atas. Jadi, pengendara motor tidak perlu tahu sisi tinggi dari truk tersebut. Dengan demikian, maka peringatan “AWAS, TRUK INI PANJANG DAN LEBAR” sudah dapat dimengerti.
Perspektif matematis
Kalau kita menilik peringatan tersebut secara matematis, maka dapat dikatakan belum sepenuhnya benar. Mengapa? Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa macam-macam bangun datar yang berbentuk persegi panjang sangat mudah kita temukan di sekeliling kita. Ambil contoh pada sampul buku. Pada umumnya, sampul buku (bagian depan) berbentuk persegi panjang. Namun, tidak menutup kemungkinan ada sampul buku yang berbentuk bujur sangkar.
Pada sampul buku yang berbentuk persegi panjang, pasti memiliki sisi panjang dan sisi lebar. Tapi, yang perlu digarisbawahi adalah ukuran sisi panjang dan sisi lebar yang dimiliki masing-masing buku tentu tidak selalu sama.
Berikut saya contohkan buku-buku yang diterbitkan oleh UIN-Maliki Press, Unit Penerbitan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pertama, buku berjudul “Memelihara Sangkar Ilmu” yang ditulis Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Sampul buku ini –dan juga isi buku- memiliki ukuran 12 cm x 18 cm. Kedua, buku berjudul “Teologi Ekonomi” yang ditulis Prof. Dr. H. Muhammad Djakfar, S.H., M.Ag., yang memiliki ukuran sampul dan juga isi 14,5 cm x 21 cm. Ketiga, buku berjudul “Perencanaan Pembelajaran”, karya Dr. Sugeng Listyo Prabowo, M.Pd., dengan memiliki ukuran sampul dan isi buku, 15 cm x 23 cm.
Kalau kita perhatikan tiga contoh buku di atas, yang memiliki sisi panjang dan lebar, maka jika kita memilih salah satu dari buku tersebut, biasanya kita cukup menyebut judulnya atau penulisnya. Namun, kita juga bisa memilih buku tersebut dengan menggunakan pendekatan matematis (baca: ukuran buku). Misalnya, saya ingin membeli buku yang ukurannya 12 cm x 18 cm. (Dalam kasus ini, himpunan buku hanya terdiri atas tiga buku sebagaimana yang dicontohkan di atas). Apabila, kita mencoba memilih buku dengan pendekatan matematis tersebut, maka kiranya sudah dapat dipahami.
Belajar dari contoh ukuran buku tersbeut, penulis mengajak pembaca untuk kembali pada tema awal, yakni tulisan peringatan pada truk gandeng. Tulisan yang terpampang adalah “AWAS, TRUK INI PANJANG DAN LEBAR”. Apakah tulisan ini sudah dapat dipahami? Sekilas memang iya, namun sebagai orang yang pernah belajar matematika, penulis mearas tulisan tersebut kurang lengkap.
Hemat penulis, seharusnya tulisan yang terpampang adalah (misalnya) “AWAS, TRUK INI PANJANGNYA 4 m DAN LEBARNYA 1,5 m)”. Jika tulisan ini yang terpampang, maka pengendara motor yang ada di belakang truk dapat dengan mudah memperkirakan kecepatannya ketika mau mendahului, karena pengendara sudah mengetahui ukuran yang sebenarnya.
Memang terlalu rumit, kalau ukuran pastinya ikut disertakan. Tetapi, hal ini bukanlah maksud mempersulit suatu perkara, tetapi hal ini demi konsistensi apa yang sudah kita pelajari dalam pelajaran matematika. Mengapa? Coba perhatikan, setiap truk, pasti memiliki sisi panjang dan lebar (dan tinggi), sehingga informasi yang justru diperlukan bagi pengendara lain, adalah berapa ukuran sisi panjang dan lebar yang sebenarnya? Itulah yang diperlukan oleh pengendara motor.
Berdasarkan uraian pengalaman penulis di atas, dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa –jika menggunakan pendekatan matematis- kita seyogianya menyebut sesuatu harus jelas ukurannya. Kalau menyebut panjang, maka panjangnya berapa, untuk lebar, maka lebarnya berapa, dan seterusnya. [ahf]