MISTERI GUS DUR

Oleh A Halim Fathani

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS. Ali Imran:169)

Sosok pribadi almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau yang sering dipanggil almarhum Gus Dur selalu menjadi perhatian publik dan menarik untuk dikaji dari pelbagai perspektif. Baik dengan menggunakan kacamata agama, pendidikan, social-politik, hingga seni dan budaya. Bukan hanya tatkala masih hidup, namun sampai hari ini (baca: ketika sudah wafat), publik masih selalu menjadikan “Gus Dur” sebagai topik aktual yang menarik untuk didialogkan yang kemudian diambil ibrahnya.

Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana tingkah pola Gus Dur ketika menjabat Presiden RI keempat. Gus Dur adalah figur yang heroik, yang meyakini kekuatan kata-kata yang muncul dari dirinya sendiri dan siap menanggung dari kata-katanya itu, tanpa bergantung pada orang lain. Kontroversial, plinplan, tidak konsisten, semaunya sendiri, dan sejenisnya adalah beberapa predikat yang sejak awal sudah melekat padanya. Tidak heran, jika banyak pernyataan-pernyataan kontroversial yang diproduksi, seperti “biang kerok dari banyak persoalan akhir-akhir ini ada di MPR/DPR; sekarang banyak intelektual bergelar MA tetapi bukan Master of Arts melainkan MAling; DPR kok seperti Taman Kanak-Kanak; DPR memble aja; Gitu aja kok repot; Wiranto harus mundur dari Menko Polkam; Feisal Tanjung pernah berusaha membunuh saya dan Mega, dan lainnya”.

Di kalangan warga nahdliyin, sosok Gus Dur lebih dikenal sebagai seorang wali. Sering terjadi ketika beliau menjadi narasumber dalam seminar, Gus Dur tertidur di kursi. Namun, pada saat ada pertanyaan dari peserta, beliau langsung bangun dan –ternyata- bisa menjawab pertanyaan dengan nyambung. Bahkan, pasca wafatnya, Gus Dur ternyata masih saja termasuk sosok yang menghebohkan. Bukan hanya masyarakat Indonesia, tetapi masyarakat Internasional juga turut berduka cita. Bukan hanya kaum muslimin, namun tidak sedikit kalangan non muslim yang datang langsung menyaksikan pemakaman Gus Dur dan turut mendoakannya, hingga peringatan 40 hari, 100 hari, bahkan hingga hari ini makam Gus Dur selalu dibanjiri peziarah dari pelbagai kalangan. Dari fakta inilah, tidak heran jika makam Gus Dur yang ada di kompleks Pesantren Tebuireng, Jombang berhasil menyabet Anugerah Wisata Nusantara (AWN) dari Pemerintah Provinsi Tebuireng (AULA, Nopember 2010).

Buku ini merupakan buku yang tidak biasa. Argawi Kandito –penulis buku- berusaha mencatat pemikiran dari tokoh luar biasa dengan cara yang (juga) luar biasa. Argawi Kandito –seorang remaja yang mendapat anugerah Tuhan untuk berinteraksi dengan para arwah- telah meluangkan waktu dan energinya untuk mendedah banyak misteri yang masih menyelubungi Gus Dur, seputar kematiannya, wasiat-wasiatnya, pemikiran-pemikiran yang belum sempat terungkap di kala hidupnya, rahasia Gus Dur dalam mencari ilmu semasa muda, dan perjalanan Gus Dur di alam kubur (hlm. ix).

Jadul Maula –dalam pengantarnya- menyatakan bahwa dibandingkan dengan buku-buku tentang Gus Dur yang sudah terbit, buku ini memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri. Pertama, karena diambil dari alam hakikat, info-info di dalam buku ini lebih menggambarkan hakikat Gus Dur. Sebab, di alam ruh dia sudah terlepas dari kepentingan-kepentingan duniawi maupun bias dari konjungtur sosial-politik yang terjadi di dunia riil. Kedua, buku ini menggambarkan perkembangan pemikiran Gus Dur yang paling mutakhir. Selain itu, bagi Maula, ada hal yang baru dan sangat penting dari buku ini, yaitu penegasan dari Gus Dur sendiri tentang apa yang bisa dirumuskan sebagai “Metode Gus Dur yang Genuin”.

Hadirnya buku “unik” ini menggambarkan bahwa kematian itu sebenarnya hanyalah sebuah pintu menuju kehidupan yang lebih nyata. Sehingga tergambar, bahwa setelah kematiannya, Gus Dur justru semakin aktif berinteraksi dengan para ulama untuk memperdalam ilmu, aktif berdiskusi dengan para ulama seperti Imam Bukhari, Syaikh Abdul Qadir Jaelani, para wali, dan ulama lainnya (hlm. xiv).

Tentunya, buku ini sangat berguna bagi siapa pun yang ingin terus berdampingan dengan Gus Dur. Bagi yang sudah mengenal Gus Dur, baik secara langsung maupun lewat pemikiran dan tulisan-tulisannya, hadirnya buku ini dapat menjadi semacam penegasan mengenai apa yang selama ini masih kelihatan samar atau ragu-ragu. Dengan bahasa yang renyah sekaligus enteng yang diformat dalam bentuk dialog, menjadikan buku ini dapat dinikmati oleh siapa pun dengan tingkat pengetahuan apa pun. Tidak pandang bulu! Selamat menikmati. [ahf]

Identitas Buku:
Judul Buku : Ngobrol dengan Gus Dur dari Alam Kubur
Penulis : Argawi Kandito (Syekh Pandrik)
Pengantar : M. Jadul Maula
Penerbit : Pustaka Pesantren, Yogyakarta
Cetakan I : Agustus 2010
Tebal : xxvi + 180 halaman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *