Spirit Baru, Pendidikan Perspektif Mohammad Noer

Oleh A Halim Fathani

Mantan Gubernur Jatim, H Muhammad Noer meninggal dunia, Jumat (16/4/10) di Rumah Sakit (RS) Darmo, Surabaya. Beliau lahir di Sampang,13 Januari 1918. Dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia disebutkan, dalam usia hampir 90 tahun (per 2005), M. Noer tak pernah berhenti berpikir dan berkarya. Tujuan utamanya adalah ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pendidikan sumber daya manusia. Sebab, tujuan kemerdekaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, membuat wong cilik biso minggo kemuyu (orang kecil bisa sejahtera).

Pendidikan: Modal Utama
Menurut Sanusi (2008), visi pendidikan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Manusia yang mempunyai daya saing, penuh kreasi, mandiri, berdaya dan berpartisipasi aktif dalam peningkatan hidup sesama. Selain merupakan fungsi pembangunan bidang ekonomi, persoalan kesejahteraan merupakan aspek penting yang harus dicapai dalam rangka proses pendidikan. Pendidikan yang menyejahterakan adalah pendidikan yang membebaskan, terutama membebaskan dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan, tiga unit masalah yang menjadi kewajiban sektor pendidikan.

Menurut Driyakarya dalam Setiawan (2008:84) pendidikan adalah pilar kemandirian bangsa. Artinya, pendidikan adalah solusi tepat menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul di tanah air. Malik Fadjar (2005:103) berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional. John Naisbitt dan Patricia Aburdence dalam Megatrend 2000 mengatakan, “Tepi Asia Pasifik telah memperlihatkan, Negara miskin pun bangkit, tanpa sumber daya alam melimpah asalkan negara melakukan investasinya yang cukup dalam hal sumber daya manusia”.

Saking pentingnya pendidikan sebagaimana di atas, hal yang patut diingat adalah “tekad” M. Noer yang selalu menomorsatukan pendidikan. Dalam Ensiklopedi Tokoh Indonesia, disebutkan bahwa ketika menjadi Bupati Bangkalan, ia melaksanakan program Tiga-P. Pendidikan menuju tauhid. Percaya kepada Allah, dan perhubungan. Dengan pendidikan, masyarakat menjadi melek huruf agar bisa membaca dan pintar. Jika seseorang sudah percaya kepada Allah diharapkan hatinya bersih. Dan, perhubungan bermaksud agar tidak ada lagi daerah terpencil, makanya harus dibikin jalan.

Untuk menyelenggarakan pendidikan yang unggul dibutuhkan kerjasama pelbagai pihak. Masyarakat tidak bisa menyerahkan pendidikan hanya menjadi urusannya pemerintah. Dalam pandangan M. Noer, pendidikan merupakan tanggung jawab tiga elemen; pemerintah, masyarakat dan orangtua. Antara pemerintah, masyarakat, dan orangtua senantiasa harus bergotongroyong untuk berpartisipasi dalam rangka penguatan sumberdaya manusia.

Prestasi Mohammad Noer
Berikut merupakan petikan dari Ensiklopedi Tokoh Inonesia yang menunjukkan betapa tingginya tekad M. Noer untuk menomorsatukan pengembangan sumberdaya manusia. “Ketika itu, M. Noer merujuk pada pembangunan jembatan Surabaya-Madura. Ia melihat ada dua soal. (1) Pelaksana pekerjaan pembangunan harus ditender secara internasional dan terbuka. Konsultannya mesti mengetahui masalah teknis dan keuangan. (2) Kalau jembatan Suramadu sudah selesai, nanti akan dibikin jalan tol. Di Madura akan ada kawasan industri dan bandar udara yang sudah tentu memerlukan tenaga-tenaga terdidik. Ia berinisiatif menyampaikan hal ini kepada Gubernur dan para Bupati. M. Noer memiliki yayasan pendidikan, mengirim 30 anak dengan beasiswa dua semester untuk pendidikan di Politeknik (D-4) ITS. Dalam dua semester, beasiswanya Rp 150 juta. Itu dibayar oleh yayasan milik M. Noer, dan para pengurusnya setuju. Setelah dua semester tidak mendapat tanggapan, baik dari gubernur maupun para bupati. Tetapi temannya dari Bali memberi bantuan untuk satu semester. Dan gubernur akan memberi bantuan pada semester keempat. “Ini maksudnya agar masyarakat Madura tidak hanya jadi penonton,” kata M. Noer.” Sungguh, luar biasa!

Kita tahu bahwa modal ekonomi Indonesia, termasuk Jatim, berupa kekayaan alam (SDA) yang melimpah tidak berarti ketika tidak diimbangi kualitas SDM yang memadai, maka pendidikan di sini memegang peran penting membangun kualitas SDM. Banyak negara yang memfokuskan ekonominya pada eksploitasi SDA akhirnya gagal membuat rakyatnya sejahtera. Indonesia termasuk dalam deretan negara seperti ini.

Untuk konteks Indonesia, kegagalan ini bukan karena kekayaan yang dieksploitasi tidak laku di pasaran, namun akibat SDA yang besar itu tidak dikelola sendiri namun meminta pertolongan kepada pihak luar, sehingga keuntungannya pun tidak sepenuhnya milik Indonesia. Sebaliknya, negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, berbeda jauh dari Indonesia. Meski minim SDA, tetapi SDMnya begitu terlatih dan siap saing, sehingga kesejahteraan yang diraih melebihi negara-negara yang kaya SDA tapi minus kualitas SDM.

Jawa Timur memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah. Tantangannya adalah, mampukah Jawa Timur mengelolah sumber daya alam tersebut? Tiada lain jawabannya adalah harus bisa. Hanya dengan satu jalan, yakni menyelenggarakan pendidikan yang bermutu untuk menghasilkan insan-insan yang memiliki kemampuan sumber daya manusia unggul. Di sisi lain, pemerintah Jatim harus memperluas akses pendidikan bagi semua golongan. Dengan demikian sumber daya alam (SDA) tidak dikeruk oleh orang asing, tetapi oleh wong Jatim sendiri. [AHF]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *