Pendidikan yang Mengindonesiakan

Oleh A Halim Fathani

Pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya (Susanto, 2005:67). Dalam faktanya, oleh sebagian kalangan pendidikan di Indonesia dinilai masih belum berhasil (baca: gagal) untuk mewujudkan kepentingannya–memanusiakan manusia. Selain gagal melaksanakan proses transfer pengetahuan (transfer of knowledge), sistem pendidikan di Indonesia juga gagal membentuk watak peserta didiknya. Krisis multidimensional akibat dari gagalnya tujuan pendidikan nasional, di antaranya masalah keterbatasan lapangan kerja, pengangguran, lulusan pendidikan yang kurang terampil, dan masalah moral.

Visi pendidikan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Manusia yang mempunyai daya saing, penuh kreasi, mandiri, berdaya dan berpartisipasi aktif dalam peningkatan hidup sesama. Selain merupakan fungsi pembangunan bidang ekonomi, persoalan kesejahteraan merupakan aspek penting yang harus dicapai dalam rangka proses pendidikan. Pendidikan yang menyejahterakan adalah pendidikan yang membebaskan, terutama membebaskan dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan, tiga unit masalah yang menjadi kewajiban sektor pendidikan (Sanusi: 2008).

Malik Fadjar (2005:103) berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan wahana ampuh untuk membawa bangsa dan negara menjadi maju dan terpandang dalam pergaulan bangsa-bangsa dan dunia internasional. John Naisbitt dan Patricia Aburdence dalam Megatrend 2000 mengatakan, “Tepi Asia Pasifik telah memperlihatkan, Negara miskin pun bangkit, tanpa sumber daya alam melimpah asalkan negara melakukan investasinya yang cukup dalam hal sumber daya manusia”. Sudah tidak diragukan lagi, bahwa pendidikan merupakan investasi masa depan yang berharga untuk kemajuan dan kesejahteraan sumber daya manusia. Artinya, semakin besar investasi yang ditanamkan hari ini, semakin besarlah peluang memetik keberhasilan dari investasi tersebut di masa mendatang.

Judul resensi di atas merupakan salah satu judul tulisan penulis dalam buku ini. Berdasarkan pengalamannya yang segudang dalam dunia pendidikan di Barat, Profesor Winarno tetap berpijak pada kenyataan-kenyataan sosial di negeri sendiri tanpa terpengaruh oleh konsep-konsep Barat yang belum tentu diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu, tidak heran jika Tilaar (2009) dalam pengantar buku ini, mengemukakan bahwa sosok Prof. Dr. Winarno merupakan pengejawentahan dari dua buah komitmen yang sangat menonjol, komitmennya sebagai seorang nasionalis luar-dalam dan sebagai seorang pendidik nasional yang mendambakan “pendidikan yang mengindonesiakan.”

Salah satu bukti yang menunjukkan semakin banyaknya praktik penyelenggaraan pendidikan yang tidak “Indonesiawi” dapat dilacak dalam buku ini (hlm. 426). Prof. Winarno berargumen bahwa pada umumnya, negara yang sedang berkembang tampak makin bahkan sudah terbiasa menempuh jalan pintas untuk secepat, semudah, semurah, dan seaman mungkin menemukan solusi untuk ‘mengatasi’ problem pendidikan masing-masing. Jalan pintas itu adalah jalan yang pada dasarnya mencontoh atau meniru hampir apa yang saya yang telah terjadi di negara yang sudah lebih maju. Peniruan itu terjadi pada semua jenjang pendidikan formal dan nonformal, mencakup spektrum yang luas, dari mulai pendidikan prasekolah sampai pada pendidikan tingkat tertinggi. Sehingga tidak heran, jika dewasa ini kerap kali kita jumpai sekolah yang menawarkan pelbagai standar internasional, misalnya standar Cambridge, Amerika, Timur Tengah. Padahal, hal itu tersebut belum tentu sesuai dengan kultur yang terjadi di Indonesia. Tantangan bagi kita adalah, bagaimana dapat menunjukkan dan membuktikan, bahwa pendidikan standar Indonesia (juga) dapat berdaya saing di kancah percaturan internasional.

Tulisan-tulisan dalam buku ini awalnya merupakan kumpulan makalah yang sudah pernah diwacanakan dalam pelbagai seminar dengan beragam audiens. Ada sembilan belas makalah yang dikelompokkan dalam dua bagian. Bagian 1: Dari Orbit Kegagalan ke Orbit Keberhasilan terdiri atas 11 makalah. Bagian 2: Memperjuangkan sebuah Eksistensi terdiri atas 8 makalah. Prof. Winarno memperjuangkan eksistensi profesionalis keguruan, profesi yang merupakan pilar utama praksis pendidikan selain infrastruktur, sarana, dan kurikulum; sebuah perjuangan tidak kenal lelah yang juga diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pemerhati praksis pendidikan era 70-90-an seperti Slamet Imam Santoso, Mangunwijaya, Drost, Tilaar, Soedijarto (hlm. x).

Kehadiran buku ini dapat memberikan angin segar bagi dunia pendidikan. Buku ini penting untuk dijadikan rujukan bagi pemerintah, pihak pengambil kebijakan, mahasiswa, dosen, dan siapa pun yang concern dunia pendidikan. Pelbagai problem diurai panjang lebar dan tawaran solusi cerdas yang dapat dicoba-terapkan demi menyelamatkan pendidikan Indonesia (tetap) memiliki watak dan kekhasan sendiri sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia. [AHF]

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Pendidikan Nasional – Strategi dan Tragedi
Penulis : Prof. Dr. Winarno Surakhmad, MSc. Ed.
Pengantar : Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M.Ed.
Editor : St. Sularto
Penerbit : Kompas, Jakarta
Cetakan I : Juli 2009
Tebal : xxiv + 496 Halaman

One thought on “Pendidikan yang Mengindonesiakan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *