Oleh A Halim Fathani Yahya
Oleh sebagian kalangan, banyak yang berpendapat bahwa al-Qur’an (baca: Islam) sudah “tidak dapat” lagi untuk menyelesaikan problem kehidupan sosial-keagamaan yang terjadi di lapangan. Mereka menilai bahwa al-Qur’an saat ini hanya dapat digunakan untuk menyentuh aspek “habl min Allah ” saja, sedangkan “habl min al-Naas” hanya dapat didekati dengan ilmu-ilmu yang oleh mereka diklaim berasal dari bangsa Barat.
Sebaliknya, masih ada pihak yang tetap mengakui bahwa sampat saat ini al-Qur’an -masih dan akan terus- dapat digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan manusia – bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga untuk umat non Muslim. Pendapat ini, didasari karena hanya al-Qur’an-lah yang dapat dijadikan rujukan sepanjang masa, dan tentunya harus dilakukan penafsiran secara terus-menerus, karena sudah jelas bahwa al-Qur’an berbicara secara umum (mujmal). Oleh sebab itu, tidak heran jika dewasa ini, banyak pihak yang menyerukan untuk menerapkan syariat Islam, mengampanyekan gerakan islamisasi sains, banyak diskusi-diskusi dengan membahas tema-tema al-Qur’an, dan lainnya. Melalui tulisan ini, akan diungkap bagaimana seharusnya Islam benar-benar dapat menjalankan fungsinya sebagai agama yang rahmatan lil ‘aalamiin.
Islam Masa Lalu
Kita dapat menengok kembali masa-masa romantisme dan kejayaan Islam di sekitar abad 13 H. Pada masa itu, banyak pakar dan ahli yang lahir dari Islam, seperti Ibnu Sina, al-Ghazali, al-Farabi, Ibnu Rusyd, al-Khawarizmi dan lainnya. Mereka dikenal dan diakui bukan hanya ahli dalam bidang “keagamaan” saja (hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan), melainkan juga dikenal mahir dengan disiplin ilmu yang seperti berkembang saat ini, misalnya ilmu kedokteran, ilmu matematika, astronomi, politik, teknik, dan sejenisnya. Sehingga, kalau boleh penulis katakan Islam merupakan agama yang paling lengkap dengan segalanya, karena semua “kebutuhan” manusia –duniawi dan ukhrawi– dapat tercukupi. Sehingga sangat logis dan masuk akal jika ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka Islam-lah jawabannya.
Namun, di balik kejayaan tersebut menjadikan umat Islam terlengah. Mereka tidak sadar akan keberadaan dan keaktifan umat di luar Islam yang tengah mengintip kejayaan Islam. Akibatnya banyak karya-karya hebat orang Muslim yang “dirampas” oleh pihak luar yang kemudian dipelajari olehnya sehingga kejayaan yang dimiliki umat Islam sedikit demi sedikit hijrah kepada bangsa Barat. Lambat laun, kejayaan iptek yang dulunya dipegang oleh umat Islam sekarang justeru dikendalikan oleh bangsa Barat. Makanya, tidak heran jika banyak pihak yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu modern bukan termasuk ilmu Islam, dan oleh mereka ilmu-ilmu modern itu dianggap sebagai ilmu sekuler yang hanya berorientasi pada duniawi saja. Hal ini karena didasarkan pada kebanyakan ilmu tersebut berasal dari Barat, padahal kalau ditelusuri dalam dokumen sejarah, tidaklah demikian kenyataannya. Yang benar justru sebaliknya. Kenyataan ini merupakan salah satu akibat dari keteledoran umat Islam itu sendiri, sehingga tidak perlu berdebat terlalu jauh untuk mempermasalahkan hal tersebut, melainkan kita juga harus segera berintropeksi diri untuk segera meraih kembali kejayaaan tersebut.
Islam Masa Kini
Terkait dengan upaya “kembali” ke Islam ini, sekarang telah banyak pihak/masyarakat kita yang sedang menuju ke arah tersebut. Tengoklah, saat ini sudah mulai banyak pihak yang mendirikan bank syariah, yakni bank yang tidak menggunakan sistem riba, melainkan dengan sistem bagi hasil, banyak lembaga pendidikan Islam yang berkualitas dan bermutu, banyak berdiri perguruan tinggi Islam, adanya perubahan beberapa IAIN/STAIN menjadi UIN, banyak pesantren yang berkualitas, banyak toko buku dan penerbit yang menerbitkan buku-buku dengan tema seputar keislaman, rumah makan dan hotel yang dikelola dengan manajemen islami, bergulirnya konsep pelatihan yang berbasis kecerdasan spiritual, dan lainnya.
Fenomena ini kiranya dapat menunjukkan bahwa manusia sekarang (terutama umat Islam) sudah “sadar” bahwa ternyata dalam ajaran Islam itu sesungguhnya sudah sangat lengkap (complete) untuk dijadikan referensi dalam menjalani roda kehidupan. Al-Qur’an merupakan sumber terlengkap –tiada tandingannya- bagi perjalanan kehidupan manusia, sehingga dapat disimpulkan jika kita ingin “sukses”dalam menjalani kehidupan (dunia sampai akhirat) maka tiada kata lain, kecuali berpegang teguh pada al-Qur’an. Kenyataannya sekarang, banyak kita saksikan, justeru kebahagiaan itu banyak dimiliki oleh umat non Muslim. Mengapa? Menurut pengamatan penulis, karena sebagian besar mereka dalam menjalani kehidupan itu sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam al-Qur’an. Sedangkan umat Islam tidaklah demikian.
Misalnya, di bidang teknologi. Diakui atau tidak, umat Islam adalah termasuk umat yang ketinggalan di bidang yang satu ini. Di antara penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia di bidang teknologi. Kebanyakan umat Islam hanya “numpuk” di bidang keagamaan semata. Padahal jika ditelisik lebih jauh, kemampuan di bidang teknologi juga diharuskan oleh agama Islam selama hal tersebut benar-benar dapat memberi kemanfaatan. Kalau diteruskan, di antara penyebab kurangnya SDM adalah karena sampai sekarang sulit kita temukan lembaga pendidikan (terutama bidang teknologi) yang bermutu yang didirikan oleh umat Islam (yang benar-benar membawa identitas dan karakter Islam). Oleh karena itu, sudah waktunya umat Islam untuk tumbuh dan berkembang untuk menegakkan agama Islam dan menjadikan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘aalamiin.
Islam Masa Depan
Di bagian akhir ini, penulis hanya ingin menegaskan kembali bahwa, tiada jalan lain untuk meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat, kecuali kembali melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang telah termaktub secara jelas dalam al-Qur’an. Umat Islam tidak boleh lagi kalah dengan umat lain yang notabene tidak memiliki kitab suci yang paling lengkap. Umat Islam tidak boleh hanya menjadi “penonton” (objek) di dunia fana ini, tetapi umat Islam harus benar-benar menjadi ‘pemain” (subjek) yang hebat untuk mengarungi samudera kehidupan.
Kalau sekarang umat Islam belum memiliki perguruan tinggi yang bagus, unggul, dan bermartabat, maka ke depan umat Islam harus berani dan mampu untuk mewujudkan perguruan tinggi yang benar-benar dapat diandalkan, baik dari sarana fisik, sumber daya manusia, sumber dana, hingga lulusannya. Kalau sekarang umat Islam belum memiliki restoran, hotel, rumah sakit dan sejenisnya yang representatif, maka ke depan sudah harus punya. Kalau sampai hari ini masih banyak umat Islam yang bekerja di perusahaan-perusahaan asing, maka nanti umat Islam harus memiliki perusahaan-perusahaan besar yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan.
Yang lebih penting dari semua hal tersebut, adalah masalah pendidikan. Hemat penulis, yang merupakan akar dari segala problem di atas adalah pendidikan. Yaitu, sampai sekarang masih belum ditemukan lembaga pendidikan Islam –dasar, menengah hingga perguruan tinggi- yang benar-benar menjadi rujukan umat Islam itu sendiri apalagi umat lain. Idealnya, minimal ada satu lembaga pendidikan yang benar-benar dapat menjadi referensi orang Islam, di mana lembaga tersebut harus menyediakan wadah untuk belajar (sekaligus sumber ilmu) dari berbagai displin kelimuan. Bukan hanya keagamaan saja, melainkan harus juga terdapat disiplin ilmu umum, seperti Teknik, Kedokteran, MIPA, Ekonomi, Sosial Politik, Humaniora dan Budaya, dan sejenisnya. Intinya ilmu yang harus dikembangkan adalah ilmu-ilmu yang dapat mengikuti perkembangan zaman secara dinamis. Dengan demikian, insyaallah umat Islam akan dapat kembali meraih kejayaan yang pernah dialami masa lalu. Semoga! [ahf]