Oleh A Halim Fathani Yahya
Senin, 21 Juli 2008, saya bersama keluarga bersilaturrahim ke keluarga, saudara sepupu saya, Kak Imam, di perumahan Mlajah Permai Bangkalan-Madura. Rombongan satu mobil itu diisi dengan 11 penumpang. Duduk di kursi belakang, di antaranya saya dan Mas Djunaidi Abdi yang biasa saya panggil dengan panggilan singkat, Mas Djun. Dalam perjalanan inilah, saya baru pertama kali pergi ke Madura lewat “jalan baru” jembatan Suramadu yang diresmikan oleh Presiden RI, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, bulan Juni 2009. Selama perjalanan, tiba-tiba mas Djun bercerita kepada penumpang yang duduk bersebalahan dengannya, termasuk kepada saya. Terlepas benar-tidaknya cerita ini. Yang, jelas hemat saya cerita ini mengandung pesan yang sangat bernilai, terutama kepada saya, begitu pentingnya menguasai bahasa.
Mas Djun bercerita, bahwa di Pamekasan-Madura ada Pasarean Batu Ampar yang merupakan objek wisata ziarah dan selalu ramai dikunjungi peziarah dari luar pulau Madura. Lokasi Pasarean Batu Ampar terletak di desa Badung Kecamatan Proppo berjarak ± 16 Km arah barat Kota Pamekasan, dapat ditempuh dengan asarana transportasi mobil angkutan umum dengan kondisi jalan aspal. Suatu hari ada rombongan dari negara Arab yang akan berziarah ke Makam Batu Ampar. Jelas, rombongan ini tidak mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, apalagi bahasa Madura. Hanya bahasa Arablah sebagai alat komunikasinya. Ketika di sebuah perempatan jalan, rombongan dari Arab ini bingung, arah (baca: jalan) yang benar ke Batu Ampar. Akhirnya, mereka memutuskan untuk bertanya kepada orang yang kebetulan ada di pinggir jalan tersebut. Tetapi, tidak lama kemudia mereka bingung lagi, mau bertanya bagaimana, mereka tidak menguasai bahasa Madura. Padahal, orang Madura yang lewat tadi juga tidak mampu berbahasa Indonesia, ia hanya bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Madura.
Tidak kurang akal. Mungkin karena melihat orang yang lewat tadi adalah orang Madura yang baru saja datang dari Masjid untuk mendirikan shalat Ashar berjamaah. Akhirnya, rombongan dari Arab tadi muncul persepsi bahwa orang ini pasti bisa berkomunikasi dengan bahasa Arab. Walhasil, orang bertanya bertanya dengan bahasa Arab kepada orang Madura tersebut. “Ihdinashshiratal Mustaqiim Batu Ampar” tanya orang Arab. Mendengar “omongan” yang tidak biasanya, orang Madura juga sempat bingung, tetapi berkat kelihaian orang Arab, ia sampai meyakinkan (baca: mengulang) pertanyaannya tersebut sampai 3 kali. Akhirnya, orang Madura pun menjadi “sadar” bahwa ternyata orang Arab itu ingin ditunjukkan, jalan lurus ke Batu Ampar (Ihdinashshiratal Mustaqiim Batu Ampar). Sykuron…syukron…., kata orang Arab tadi sambil memberikan dua lembaran uang seratus ribu kepada orang Madura sebagai rasa terima kasihnya.
Melihat dan merenungkan cerita di atas, akhirnya kita menjadi sadar, bahwa bahasa memang penting. Bahasa merupakan alat komunikasi vital dalam komunitas tertentu. Sesama orang Madura, kita bisa berkomunikasi dengan bahasa Madura, sesama orang Jawa menggunakan bahasa Jawa, sesama orang Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia, sesama orang gaul emnggunakan bahasa gaul, sesama orang Islam menggunakan bahasa Arab. Begitu juga sesama orang matematika, menggunakan bahasa Matematika, dan seterusnya.[ahf]
asswrwb,kholifah wali batu ampar adalah Syekh Syamsuddin sbg putra tertua yg paling alim dan paling tinggi derajat kewaliannya,beliau berhijrah ke dusun berruk utara pesaren batu ampar -+200M.Peninggalan2 beliau masih terawat berupa Rumah beliau,Musholla yg datang sendiri dan sumur yg datang sendiri sbg karomah Alloh,kitab2 bliau dan semua peninggalan wali batu ampar….
pingin ziarah kesana,,